ILLA ILLA
Author : Riska
Junaini
Genre : Hurt/Comfort
Rating : Teen
Lenght : Three Shoot
Lenght : Three Shoot
Cast :
- Park Chanyeol
- Byun Baekhyun
PLAGIARISM? THAT’S NO NO!
DON’T READ IF YOU DON’T LIKE
Peringatan bahwa ini adalah FF Yaoi jadi yang punya homophobic saya harap untuk tidak membacanya.
~~~
“Illa Flower Shop”
Obsidianku
terus terpaku pada papan nama yang sudah terpasang di atas toko bunga milik
keluargaku. Berbagai macam ingatan berputar setiap kali melihat papan nama dan
toko bunga ini. Toko bunga ini bukanlah sekedar toko biasa bagi keluargaku, ini
adalah permintaan terakhir dari ayahku sebelum akhirnya ia meninggal dua bulan
yang lalu.
Aku adalah
anak tunggal jadi membahagiakan ibu sudah menjadi tanggung jawabku. Sejak ayah
divonis mengidap penyakit kanker usus, ibu selalu bekerja mati-matian untuk membiayai
pengobatan ayah dan biaya kuliahku. Karena itulah ayah menyuruhku untuk
mendirikan toko bunga agar ibu tidak perlu bekerja hingga lelah seperti itu,
dan pada akhirnya aku juga terpaksa berhenti kuliah dan kembali ke Korea
bersama ibu dan jasad ayah yang telah dingin setelah mengukir semua kenangan
menyedihkan itu di negeri matahari terbit.
Aku
teringat akan ucapan seorang nenek yang berada di rumah sakit yang sama dengan
ayah saat di Jepang. Aku sering mengunjunginya sembari membawakan bunga Lily untuknya.
Ia sendirian di ruangan yang tepat bersebelahan dengan ruangan tempat ayah
dirawat. Tak ada keluarga yang mengunjunginya. Ia juga pasien yang berasal dari
Korea karena itulah aku dengan senang hati menemaninya dan mendengarkan semua
ceritanya setiap kali aku selesai menjenguk ayah.
“Setiap orang memiliki ceritanya
masing-masing. Ada yang tanpa konflik, ada yang penuh konflik, ada yang
berakhir bahagia, dan ada pula yang berakhir menyedihkan. Semua tergantung
bagaimana mereka menerima akhirnya.”
Ya,
ceritanya masing-masing.
Dan jika
boleh aku berkata jujur maka kurasa ceritaku adalah cerita yang penuh dengan
kesedihan.
Kenapa?
Pertama,
aku bekerja paruh waktu saat SMA hingga sering jatuh sakit hanya untuk
menyiapkan biaya kuliah di Jepang karena itu adalah impianku sejak kecil.
Namun, pada akhirnya aku harus membuang impian itu karena semua tak berjalan
sesuai dengan yang kuinginkan.
Kedua, di
dunia ini aku hanya memiliki ayah dan ibu yang selalu menemaniku hingga pada
akhirnya salah satu dari mereka harus meninggalkanku disaat aku belum siap
untuk kehilangan.
Ketiga, aku
adalah tunawicara.
Ya
tunawicara, atau dalam kata lain bisu.
Aku tak
bisa berbicara seperti manusia normal lainnya. Bibir ini hanyalah anugerah yang
diberikan Tuhan agar aku terlihat sempurna seperti manusia lainnya. Agar
orang-orang lain tak menyadari kekurangan yang kumiliki. Bibir yang tak bisa
mengucapkan apa yang ingin dikatakan. Suara yang tak pernah terdengar. Tak ada
kata-kata manis, rayuan, pujian, cemooh, hinaan, dan semua istilah lain yang
keluar dari bibirku.
Inilah
duniaku.
Duniaku yang
penuh kata ‘diam’.
“Illa”
Ayah
berkata padaku bahwa itulah satu-satunya kata yang pernah terdengar dari
mulutku sejak aku lahir. Kata yang tak sengaja keluar dari mulutku saat aku
kecil dan kedua orangtuaku menganggap itu hal yang sangat istimewa. Kata
pertama yang tak pernah bisa dilupakan oleh ayah dan ibuku hingga akhirnya ia
menyuruhku untuk memberikan nama ‘Illa’ untuk toko bunga ini. Segala sesuatu
yang penuh dengan ceritanya sendiri.
“Baekhyun,
tolong rangkai bunga-bunga ini selagi kau menunggu pelanggan datang.”
Aku
mengangguk.
Membiarkan
sosok wanita itu melanjutkan pekerjaannya mendekorasi bagian depan toko dengan
tanaman-tanaman gantung. Tak lama kemudian bunyi lonceng yang digantung di
bagian pintu terdengar, menandakan ada seseorang yang masuk.
Satu orang
wanita dan satu orang laki-laki, sepertinya pasangan suami istri. Aku hanya
menatap sekilas lalu melanjutkan pekerjaanku merangkai bunga dan mengikatkan
pita berwarna merah maroon di setiap buket bunga. Aku tidak ingin membuat
mereka bingung dengan bahasa tanganku jadi urusan melayani pelanggan kuserahkan
pada ibu, sedangkan aku akan menangani bagian kasir dan merangkai bunga.
“Hadiah untuk 10 pengunjung pertama Illa
Flower Shop”
Aku
memberikan sebuket bunga gratis untuk pelanggan tadi sebagai rasa hormat karena
telah mengunjungi toko bunga keluarga Byun. Mereka tampak senang dan begitu
pula denganku. Kebiasaan ayah berkebun benar-benar menurun padaku dan membuatku
menyukai segala macam jenis bunga jadi melakukan pekerjaan ini bukanlah hal
yang sulit.
Aku
melanjutkan pekerjaanku merangkai bunga dan mengikat pita setelah dua orang itu
melangkahkan kakinya keluar dari toko. Kali ini giliran bunga lily karena
bunga-bunga inilah yang memenuhi meja di hadapanku hingga terlihat
berantakan. Dan setiap kali melihat
bunga lily aku teringat akan nenek yang kutemui di Jepang. Bagaimana
keadaannya? Apakah ia masih sendirian? Apa ia tak kesepian? Dan semua
pertanyaan lainnya yang memenuhi kepalaku.
Aku
tersenyum kecil setiap kali berhasil menyelesaikan satu buket bunga. Ada rasa
puas sekaligus senang setiap kali melihat rangkaian bunga yang sudah tersusun
rapi dan indah.
‘Kling
Kling’
Lonceng kembali
berbunyi menandakan ada pelanggan lain yang masuk. Berarti aku harus
menyelesaikan semuanya sebelum pelanggan lain datang. Karena aku tidak ingin
membuat pelanggan menunggu jadi aku harus fokus dan merangkai semua bunga di
hadapanku menjadi buket-buket yang indah dengan cepat.
Aku sengaja
memilih lokasi untuk berjualan di sekitar Universitas Kyunghee karena tempatnya
yang ramai dan cukup dekat dengan rumah kami. Lokasi ini juga dekat dengan
sekolah-sekolah SMA. Para pelajar dan mahasiswa biasanya akan membeli banyak
bunga untuk diberikan pada hari valentine ataupun white day dan tentu saja itu
akan memberikan keuntungan yang lumayan.
Tara!
Aku kembali
tersenyum puas setelah berhasil merangkai satu lagi buket bunga lily. Dan tanpa
banyak bersantai, aku kembali melanjutkan tugasku dengan menyusun bunga-bunga
itu sesuai dengan jenisnya dan memotong pita menjadi beberapa bagian hingga akhirnya sesuatu sukses mengejutkanku.
“Tok Tok”
Laki-laki
itu mengetuk meja di hadapanku dengan telunjuknya. Aku melihat tangan besarnya
yang sangat berbeda jika dibandingkan dengan tangan mungilku. Pantas saja suara
ketukannya terdengar keras padahal ia hanya menggunakan jari telunjuknya.
Aku
mendongakkan kepalaku untuk melihatnya tapi seperti kedua magnet yang
berlawanan kutub, obsidian kami saling bertautan dan mengalirkan denyut-denyut
aneh yang tak pernah kurasakan sebelumnya.
Aku gugup.
”–Sang
kupu-kupu yang hinggap di bunga–”
Perasaan
apa ini?
Aku
mengedipkan mataku beberapa kali dan mengalihkan pandanganku ke arah lain
sebelum jantungku semakin tak normal karena berlama-lama menatap magnet indah
itu.
Bahkan
udara di sekitarku terasa berkurang karena rasa gugup ini. Aku benar-benar
tidak mengerti kenapa aku bertingkah seperti ini hanya karena bertatapan
dengannya.
“Aku
mencari bunga Krisan ungu.”
Aku
tersentak saat ia akhirnya bersuara dan dengan kikuk berjalan menuju kumpulan
bunga yang sudah kurangkai menjadi buket, mencari bunga Krisan ungu yang ia
inginkan. Setelah mendapatkannya aku langsung kembali dan lagi-lagi dengan
langkah yang kikuk aku berjalan menuju meja dan memberikan bunga itu untuknya
sembari tersenyum tipis.
“–Sensasi
ini menyebalkan tapi juga menyenangkan–”
“Berapa
harganya?”
Suara
beratnya bahkan terdengar indah di telingaku. Suara yang baru dua kali kudengar
tapi sudah memberikan efek candu di setiap sarafku. Aku menuliskan angka 20.000
won di kalkulator dan menunjukkannya pada laki-laki itu.
Ia lalu
mengambil dua lembar uang 10.000 won dan memberikannya padaku. Aku mengambilnya
dengan senyuman tipis yang entah kenapa muncul dengan mudahnya karena kehadiran
laki-laki bertubuh tinggi itu.
Ia
membalikkan tubuhnya dan berjalan keluar, memperlihatkan punggungnya yang
bahkan terlihat indah bagiku. Bahunya yang bidang sangat nyaman untuk dijadikan
tempat bersandar. Bahkan hanya dengan melihatnya dari belakang sudah membuatku
terpukau.
Jika saja…
Jika saja
aku bisa berbicara dengannya dan berbasa-basi, mungkin aku bisa melihatnya
sedikit lebih lama. Aku bisa mendengar lagi suaranya yang menimbulkan debaran-debaran
aneh.
‘Kling
Kling’
Aku…
Merasa
tidak rela melihat punggungnya yang semakin menjauh.
“Hadiah untuk 10 pengunjung pertama
Illa Flower Shop”
Benar!
Aku sampai
lupa memberikan hadiah karena benar-benar terpesona akan sosoknya dan
terhipnotis akan wujud nyata dari keindahan tiga dimensi.
Aku berlari
kecil menuju laki-laki bertubuh tinggi itu tepat saat ia akan mengayuh
sepedanya. Dengan segera aku menepuk pelan bahunya.
Aku
menyentuhnya…
Aku
memberikan buket bunga Krisan dengan warna yang berbeda saat ia menoleh padaku.
Dalam jarak sedekat ini aku benar-benar merasa angin telah membawaku melayang,
seperti kelopak bunga yang jatuh.
“Hadiah untuk 10 pengunjung pertama
Illa Flower Shop”
“Terimakasih.”
Ucapnya
saat membaca tulisan tanganku di buket bunga lalu mengambil buket itu dari
tanganku dan meletakkannya di keranjang depan sepedanya bersama dengan buket
bunga yang dibelinya tadi.
“Senang
bertemu denganmu.”
Aku juga…
Tidak!
Bukan hanya
senang. Aku sangat senang bertemu denganmu yang bahkan tak kuketahui namanya.
Seperti orang bodoh aku berharap akan bisa melihatmu lagi. Aku berharap kau
akan sering mengunjungi kebun kecilku ini dan terus memberikan sensasi
menyenangkan yang menimbulkan kecanduan.
Lagi-lagi
hanya punggungnya yang bisa kulihat setelah ia akhirnya mengayuh sepedanya
pergi. Sosok yang semakin lama semakin menjauh. Jujur, ini adalah pertama
kalinya aku merasakan perasaan seperti ini dan entah itu hanya firasatku saja
atau apa, kurasa laki-laki bertubuh tinggi itu juga merasakan hal yang sama.
Mata mengungkapkan sesuatu yang tak bisa dikatakan, kurang lebih seperti itu.
Tatapan yang ia berikan tadi rasanya seperti mengalirkan sesuatu yang sama
seperti yang tengah kurasakan.
“–Bunga dan
kupu-kupu yang hinggap di atasnya–”
“Baekhyun,
ayo selesaikan buket bungamu.”
~~~
Hari kedua
setelah toko bunga ini resmi dibuka. Sudah hampir siang dan sudah beberapa
pengunjung yang datang kesini untuk membeli bunga. Ternyata pilihanku untuk
berjualan disini memang tidak salah karena pengunjung yang datang lumayan ramai.
Tapi…
Aku
menunggunya.
‘Kling
Kling’
“–Seperti
tanaman yang terguyur hujan–”
Sosok yang
kutunggu-tunggu akhirnya datang dan lagi-lagi magnet di mata kami saling
bertautan. Bibirku refleks menampilkan senyum untuknya dan ia hanya mematung
disana. Ada sebuah gulungan karton di tangan kanannya.
Cukup lama
ia berdiri disana hingga akhirnya berkeliling melihat-lihat tiap jenis bunga.
Hanya ada aku dan dia di toko ini. Dengan mencuri-curi pandang aku melihatnya
yang tengah menghirup aroma bunga Anyelir.
Ia
memperhatikan setiap label harga dan label jenis bunga yang sengaja kutempelkan
di setiap buket untuk mempermudah pelanggan. Karena ibu sedang sakit jadi hanya
aku yang menjaga toko hari ini maka untuk mempermudahku aku sengaja membuat
setiap label itu.
Ia berjalan
menuju tempatku setelah mengambil Anyelir berwarna pink. Ia lalu meletakkan
beberapa lembar uang won. Aku membuka laci meja untuk mengambil uang kembalian
tapi apa yang ia katakan benar-benar membuatku terkejut.
“Namaku
Chanyeol, kau Baekhyun kan?”
Chanyeol…
Dengan
segera nama itu terekam jelas di kepalaku dan menyimpannya di memori jangka
panjang. Tapi, bagaimana ia bisa mengetahui namaku? Aku bukanlah orang terkenal
yang namanya disebut-sebut di berbagai tempat. Atau ia selama ini adalah
pengagum rahasiaku? Tapi aku benar-benar belum pernah bertemu dengannya selain
kemarin dan hari ini.
Tunggu,
Apa
jangan-jangan ia mendengar teriakan ibuku kemarin? Sesaat sebelum ia benar-benar
pergi mengayuh sepedanya.
Itu berarti
ia mengingat namaku sejak kemarin?
“–Mengukir
namanya di bagian terdalam–”
Aku
benar-benar tak tahu harus bereaksi seperti apa dan yang paling penting
sekarang ia tengah mengajakku berbicara jadi bagaimana aku harus meresponnya.
Aku tidak ingin hanya diam seperti ini. Jika aku menggunakan bahasa tangan ia
pasti akan kebingungan.
“Kemarin
kau memberiku bonus, jadi aku ingin memberikanmu ini sebagai rasa terimakasih.”
Ia
meletakkan gulungan karton itu di mejaku. Tentu saja itu membuatku penasaran. Dan
aku benar-benar senang saat tahu ia melakukan hal ini untukku.
Kira-kira
apa yang ada dibalik gulungan karton itu?
Aku
berusaha menahan kegembiraan yang meluap-luap ini dan berpikir reaksi apa yang
harus aku tunjukkan pada Chanyeol tapi laki-laki itu lagi-lagi membuatku
terkejut.
“Aku…aku
senang bertemu denganmu…disini.”
“Aku tau
ini terburu-buru dan mungkin…konyol.”
“Tapi,
aku…”
“Sepertinya
aku menyukaimu sejak aku melihatmu kemarin.”
Eh?
Menyukaiku?
Apa ini?
Rasanya
telingaku berdengung setelah mendengar semua itu.
Jadi
firasatku kemarin adalah benar. Chanyeol juga merasakannya. Debaran-debaran
aneh yang membuatku gugup tapi menyenangkan.
Apa yang
harus kulakukan?
Apa aku
harus senang?
Tapi…
Chanyeol,
bukankah ia terlalu sempurna untukku?
Melihatnya
bersikap seperti ini membuatku yakin bahwa ia adalah seseorang yang lugu soal
cinta. Dan ia nekat mengatakan semuanya bahkan sebelum ia mengenalku. Wajahnya
benar-benar memancarkan ketulusan dan itu membuatku merasa bersalah.
Bagaimana
jika ia tau bahwa aku tidaklah normal seperti yang lain? Apa ia akan tetap
menyatakan perasaannya seperti ini?
Jika ia tau
bahwa aku bisu, apa ia akan tetap mencintai orang sepertiku? Aku merasa rendah
saat menyadari semua hal itu.
“Maaf
membuatmu terkejut, sejak tadi kau hanya diam, dan lagipula kau tidak perlu
menjawab apapun yang aku katakan.”
Chanyeol…
“Itu tadi
hanya ucapan bodoh dari orang aneh, sekali lagi maaf.”
Chanyeol…
Itu bukan
ucapan bodoh, sungguh!
“–Jika saja
bunga bisa berbicara pada kupu-kupu agar ia tetap hinggap–”
Lagi…
Hanya
punggungnya yang bisa kulihat. Bunyi lonceng yang terdengar seperti salam
perpisahan. Setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Aku percaya dengan pepatah
itu tapi secepat inikah aku harus mengalaminya?
Sungguh…
Aku tidak
bermaksud membuatnya patah hati atau menolaknya. Aku hanya tidak ingin ia
merasa kecewa saat ia mengetahui fakta bahwa aku tidaklah sempurna seperti yang
ia pikirkan.
Jika saja…
Jika saja
aku bisa berteriak dan memanggilnya.
Jika saja
aku bisa mengatakan ‘ya, aku juga merasakan hal yang sama’.
Mungkin
ceritaku akan berakhir indah jika semua itu bisa terwujud, tapi nyatanya cerita
hidupku adalah cerita yang sudah diatur sedemikian rupa untuk berakhir menyedihkan.
Tanganku
terulur mengambil gulungan karton yang Chanyeol berikan dan tepat saat aku
membukanya kedua obsidianku sukses membulat dan perasaanku terasa hancur.
“Bunga terindah yang pernah kulihat”
Tulisnya
dan ia melukis wajahku diatas karton itu. Wajah yang tampak bahagia dengan
senyuman tipis yang saat itu kuberikan padanya. Wajah bahagia yang
menyembunyikan berbagai macam kesedihan.
Bunga?
Jika aku
adalah bunga maka Chanyeol adalah kupu-kupu. Sang bunga akan menunggu si
kupu-kupu untuk menghinggapinya lagi. Terus seperti itu hingga akhirnya sang
bunga layu.
Mereka akan
beranggapan bahwa kupu-kupu hanya memanfaatkan madu sang bunga. Kenyataannya,
kupu-kupu telah membantu sang bunga untuk melakukan penyerbukan agar terlahir
bunga-bunga yang lain. Agar ia bisa terus hinggap pada sang bunga.
Dan
semuanya akan selalu seperti itu.
Kuusap
lembuat lukisan itu, berharap setidaknya kisah cintaku bisa berakhir sedikit
lebih indah atau setidaknya bisa terulang menjadi sesuatu yang menggembirakan
bagiku sang karakter utama.
Chanyeol…
Jika saja
aku bisa mengatakannya!
“ILLA!!”
Kenapa?
Kenapa?
Setiap kali
aku ingin mengatakan sesuatu hanya kata itu yang keluar dari mulutku. Aku
tak bisa mengucapkannya dengan jelas. Aku tak bisa mengatakannya dengan benar.
Tidak bisakah sekali saja beri aku kesempatan untuk bicara?
"ILLA!!"
Hanya kata
itu…
Kata yang
mewakili ungkapan cinta.
Jika saja
ia bisa mengerti.
~ TBC ~
Yosh!
Akhirnya saya update setelah dibiarin begitu lama ini fanfic (hehe maaf ya).
Untuk chapter ketiga sepertinya bakal jadi chapter terakhir karena saya mau
nulis fanfic ChanBaek yang baru yang saya adaptasi dari manga dengan judul
“Half & Half”. Insya allah kalau readers semangat review ntar saya juga
semangat nulis chap terakhirnya so RnR yaa ^^
nice fic thor lanjut ya ^^
BalasHapus