Minggu, 19 Juli 2015

ILLA ILLA Chapter 2 ― ChanBaek Fanfiction

ILLA ILLA

Author        : Riska Junaini
Genre         : Hurt/Comfort
Rating        : Teen
Lenght        : Three Shoot
Cast            :
  • Park Chanyeol
  • Byun Baekhyun

PLAGIARISM? THAT’S NO NO!
DON’T READ IF YOU DON’T LIKE
 Peringatan bahwa ini adalah FF Yaoi jadi yang punya homophobic saya harap untuk tidak membacanya.
~~~

“Illa Flower Shop”


Obsidianku terus terpaku pada papan nama yang sudah terpasang di atas toko bunga milik keluargaku. Berbagai macam ingatan berputar setiap kali melihat papan nama dan toko bunga ini. Toko bunga ini bukanlah sekedar toko biasa bagi keluargaku, ini adalah permintaan terakhir dari ayahku sebelum akhirnya ia meninggal dua bulan yang lalu.

Aku adalah anak tunggal jadi membahagiakan ibu sudah menjadi tanggung jawabku. Sejak ayah divonis mengidap penyakit kanker usus, ibu selalu bekerja mati-matian untuk membiayai pengobatan ayah dan biaya kuliahku. Karena itulah ayah menyuruhku untuk mendirikan toko bunga agar ibu tidak perlu bekerja hingga lelah seperti itu, dan pada akhirnya aku juga terpaksa berhenti kuliah dan kembali ke Korea bersama ibu dan jasad ayah yang telah dingin setelah mengukir semua kenangan menyedihkan itu di negeri matahari terbit.

Aku teringat akan ucapan seorang nenek yang berada di rumah sakit yang sama dengan ayah saat di Jepang. Aku sering mengunjunginya sembari membawakan bunga Lily untuknya. Ia sendirian di ruangan yang tepat bersebelahan dengan ruangan tempat ayah dirawat. Tak ada keluarga yang mengunjunginya. Ia juga pasien yang berasal dari Korea karena itulah aku dengan senang hati menemaninya dan mendengarkan semua ceritanya setiap kali aku selesai menjenguk ayah.


“Setiap orang memiliki ceritanya masing-masing. Ada yang tanpa konflik, ada yang penuh konflik, ada yang berakhir bahagia, dan ada pula yang berakhir menyedihkan. Semua tergantung bagaimana mereka menerima akhirnya.”

Ya, ceritanya masing-masing.
Dan jika boleh aku berkata jujur maka kurasa ceritaku adalah cerita yang penuh dengan kesedihan.

Kenapa?

Pertama, aku bekerja paruh waktu saat SMA hingga sering jatuh sakit hanya untuk menyiapkan biaya kuliah di Jepang karena itu adalah impianku sejak kecil. Namun, pada akhirnya aku harus membuang impian itu karena semua tak berjalan sesuai dengan yang kuinginkan.

Kedua, di dunia ini aku hanya memiliki ayah dan ibu yang selalu menemaniku hingga pada akhirnya salah satu dari mereka harus meninggalkanku disaat aku belum siap untuk kehilangan.

Ketiga, aku adalah tunawicara.

Ya tunawicara, atau dalam kata lain bisu.

Aku tak bisa berbicara seperti manusia normal lainnya. Bibir ini hanyalah anugerah yang diberikan Tuhan agar aku terlihat sempurna seperti manusia lainnya. Agar orang-orang lain tak menyadari kekurangan yang kumiliki. Bibir yang tak bisa mengucapkan apa yang ingin dikatakan. Suara yang tak pernah terdengar. Tak ada kata-kata manis, rayuan, pujian, cemooh, hinaan, dan semua istilah lain yang keluar dari bibirku.

Inilah duniaku.

Duniaku yang penuh kata ‘diam’.


“Illa”

Ayah berkata padaku bahwa itulah satu-satunya kata yang pernah terdengar dari mulutku sejak aku lahir. Kata yang tak sengaja keluar dari mulutku saat aku kecil dan kedua orangtuaku menganggap itu hal yang sangat istimewa. Kata pertama yang tak pernah bisa dilupakan oleh ayah dan ibuku hingga akhirnya ia menyuruhku untuk memberikan nama ‘Illa’ untuk toko bunga ini. Segala sesuatu yang penuh dengan ceritanya sendiri.

“Baekhyun, tolong rangkai bunga-bunga ini selagi kau menunggu pelanggan datang.”

Aku mengangguk.

Membiarkan sosok wanita itu melanjutkan pekerjaannya mendekorasi bagian depan toko dengan tanaman-tanaman gantung. Tak lama kemudian bunyi lonceng yang digantung di bagian pintu terdengar, menandakan ada seseorang yang masuk.

Satu orang wanita dan satu orang laki-laki, sepertinya pasangan suami istri. Aku hanya menatap sekilas lalu melanjutkan pekerjaanku merangkai bunga dan mengikatkan pita berwarna merah maroon di setiap buket bunga. Aku tidak ingin membuat mereka bingung dengan bahasa tanganku jadi urusan melayani pelanggan kuserahkan pada ibu, sedangkan aku akan menangani bagian kasir dan merangkai bunga.


Hadiah untuk 10 pengunjung pertama Illa Flower Shop”

Aku memberikan sebuket bunga gratis untuk pelanggan tadi sebagai rasa hormat karena telah mengunjungi toko bunga keluarga Byun. Mereka tampak senang dan begitu pula denganku. Kebiasaan ayah berkebun benar-benar menurun padaku dan membuatku menyukai segala macam jenis bunga jadi melakukan pekerjaan ini bukanlah hal yang sulit.

Aku melanjutkan pekerjaanku merangkai bunga dan mengikat pita setelah dua orang itu melangkahkan kakinya keluar dari toko. Kali ini giliran bunga lily karena bunga-bunga inilah yang memenuhi meja di hadapanku hingga terlihat berantakan.  Dan setiap kali melihat bunga lily aku teringat akan nenek yang kutemui di Jepang. Bagaimana keadaannya? Apakah ia masih sendirian? Apa ia tak kesepian? Dan semua pertanyaan lainnya yang memenuhi kepalaku.

Aku tersenyum kecil setiap kali berhasil menyelesaikan satu buket bunga. Ada rasa puas sekaligus senang setiap kali melihat rangkaian bunga yang sudah tersusun rapi dan indah.


‘Kling Kling’

Lonceng kembali berbunyi menandakan ada pelanggan lain yang masuk. Berarti aku harus menyelesaikan semuanya sebelum pelanggan lain datang. Karena aku tidak ingin membuat pelanggan menunggu jadi aku harus fokus dan merangkai semua bunga di hadapanku menjadi buket-buket yang indah dengan cepat.

Aku sengaja memilih lokasi untuk berjualan di sekitar Universitas Kyunghee karena tempatnya yang ramai dan cukup dekat dengan rumah kami. Lokasi ini juga dekat dengan sekolah-sekolah SMA. Para pelajar dan mahasiswa biasanya akan membeli banyak bunga untuk diberikan pada hari valentine ataupun white day dan tentu saja itu akan memberikan keuntungan yang lumayan.


Tara!

Aku kembali tersenyum puas setelah berhasil merangkai satu lagi buket bunga lily. Dan tanpa banyak bersantai, aku kembali melanjutkan tugasku dengan menyusun bunga-bunga itu sesuai dengan jenisnya dan memotong pita menjadi beberapa bagian  hingga akhirnya sesuatu sukses mengejutkanku.


“Tok Tok”

Laki-laki itu mengetuk meja di hadapanku dengan telunjuknya. Aku melihat tangan besarnya yang sangat berbeda jika dibandingkan dengan tangan mungilku. Pantas saja suara ketukannya terdengar keras padahal ia hanya menggunakan jari telunjuknya.

Aku mendongakkan kepalaku untuk melihatnya tapi seperti kedua magnet yang berlawanan kutub, obsidian kami saling bertautan dan mengalirkan denyut-denyut aneh yang tak pernah kurasakan sebelumnya.

Aku gugup.


”–Sang kupu-kupu yang hinggap di bunga–”

Perasaan apa ini?

Aku mengedipkan mataku beberapa kali dan mengalihkan pandanganku ke arah lain sebelum jantungku semakin tak normal karena berlama-lama menatap magnet indah itu.

Bahkan udara di sekitarku terasa berkurang karena rasa gugup ini. Aku benar-benar tidak mengerti kenapa aku bertingkah seperti ini hanya karena bertatapan dengannya.

“Aku mencari bunga Krisan ungu.”

Aku tersentak saat ia akhirnya bersuara dan dengan kikuk berjalan menuju kumpulan bunga yang sudah kurangkai menjadi buket, mencari bunga Krisan ungu yang ia inginkan. Setelah mendapatkannya aku langsung kembali dan lagi-lagi dengan langkah yang kikuk aku berjalan menuju meja dan memberikan bunga itu untuknya sembari tersenyum tipis.


“–Sensasi ini menyebalkan tapi juga menyenangkan–”

“Berapa harganya?”

Suara beratnya bahkan terdengar indah di telingaku. Suara yang baru dua kali kudengar tapi sudah memberikan efek candu di setiap sarafku. Aku menuliskan angka 20.000 won di kalkulator dan menunjukkannya pada laki-laki itu.

Ia lalu mengambil dua lembar uang 10.000 won dan memberikannya padaku. Aku mengambilnya dengan senyuman tipis yang entah kenapa muncul dengan mudahnya karena kehadiran laki-laki bertubuh tinggi itu.

Ia membalikkan tubuhnya dan berjalan keluar, memperlihatkan punggungnya yang bahkan terlihat indah bagiku. Bahunya yang bidang sangat nyaman untuk dijadikan tempat bersandar. Bahkan hanya dengan melihatnya dari belakang sudah membuatku terpukau.


Jika saja…

Jika saja aku bisa berbicara dengannya dan berbasa-basi, mungkin aku bisa melihatnya sedikit lebih lama. Aku bisa mendengar lagi suaranya yang menimbulkan debaran-debaran aneh.

‘Kling Kling’

Aku…
Merasa tidak rela melihat punggungnya yang semakin menjauh.

“Hadiah untuk 10 pengunjung pertama Illa Flower Shop”

Benar!

Aku sampai lupa memberikan hadiah karena benar-benar terpesona akan sosoknya dan terhipnotis akan wujud nyata dari keindahan tiga dimensi.

Aku berlari kecil menuju laki-laki bertubuh tinggi itu tepat saat ia akan mengayuh sepedanya. Dengan segera aku menepuk pelan bahunya.

Aku menyentuhnya…

Aku memberikan buket bunga Krisan dengan warna yang berbeda saat ia menoleh padaku. Dalam jarak sedekat ini aku benar-benar merasa angin telah membawaku melayang, seperti kelopak bunga yang jatuh.


“Hadiah untuk 10 pengunjung pertama Illa Flower Shop”

“Terimakasih.”

Ucapnya saat membaca tulisan tanganku di buket bunga lalu mengambil buket itu dari tanganku dan meletakkannya di keranjang depan sepedanya bersama dengan buket bunga yang dibelinya tadi.

“Senang bertemu denganmu.”


Aku juga…

Tidak!

Bukan hanya senang. Aku sangat senang bertemu denganmu yang bahkan tak kuketahui namanya. Seperti orang bodoh aku berharap akan bisa melihatmu lagi. Aku berharap kau akan sering mengunjungi kebun kecilku ini dan terus memberikan sensasi menyenangkan yang menimbulkan kecanduan.

Lagi-lagi hanya punggungnya yang bisa kulihat setelah ia akhirnya mengayuh sepedanya pergi. Sosok yang semakin lama semakin menjauh. Jujur, ini adalah pertama kalinya aku merasakan perasaan seperti ini dan entah itu hanya firasatku saja atau apa, kurasa laki-laki bertubuh tinggi itu juga merasakan hal yang sama. Mata mengungkapkan sesuatu yang tak bisa dikatakan, kurang lebih seperti itu. Tatapan yang ia berikan tadi rasanya seperti mengalirkan sesuatu yang sama seperti yang tengah kurasakan.

“–Bunga dan kupu-kupu yang hinggap di atasnya–”


“Baekhyun, ayo selesaikan buket bungamu.”

~~~

Hari kedua setelah toko bunga ini resmi dibuka. Sudah hampir siang dan sudah beberapa pengunjung yang datang kesini untuk membeli bunga. Ternyata pilihanku untuk berjualan disini memang tidak salah karena pengunjung yang datang lumayan ramai.

Tapi…

Aku menunggunya.


‘Kling Kling’


“–Seperti tanaman yang terguyur hujan–”

Sosok yang kutunggu-tunggu akhirnya datang dan lagi-lagi magnet di mata kami saling bertautan. Bibirku refleks menampilkan senyum untuknya dan ia hanya mematung disana. Ada sebuah gulungan karton di tangan kanannya.

Cukup lama ia berdiri disana hingga akhirnya berkeliling melihat-lihat tiap jenis bunga. Hanya ada aku dan dia di toko ini. Dengan mencuri-curi pandang aku melihatnya yang tengah menghirup aroma bunga Anyelir.

Ia memperhatikan setiap label harga dan label jenis bunga yang sengaja kutempelkan di setiap buket untuk mempermudah pelanggan. Karena ibu sedang sakit jadi hanya aku yang menjaga toko hari ini maka untuk mempermudahku aku sengaja membuat setiap label itu.

Ia berjalan menuju tempatku setelah mengambil Anyelir berwarna pink. Ia lalu meletakkan beberapa lembar uang won. Aku membuka laci meja untuk mengambil uang kembalian tapi apa yang ia katakan benar-benar membuatku terkejut.


“Namaku Chanyeol, kau Baekhyun kan?”

Chanyeol…

Dengan segera nama itu terekam jelas di kepalaku dan menyimpannya di memori jangka panjang. Tapi, bagaimana ia bisa mengetahui namaku? Aku bukanlah orang terkenal yang namanya disebut-sebut di berbagai tempat. Atau ia selama ini adalah pengagum rahasiaku? Tapi aku benar-benar belum pernah bertemu dengannya selain kemarin dan hari ini.

Tunggu,
Apa jangan-jangan ia mendengar teriakan ibuku kemarin? Sesaat sebelum ia benar-benar pergi mengayuh sepedanya.

Itu berarti ia mengingat namaku sejak kemarin?


“–Mengukir namanya di bagian terdalam–”

Aku benar-benar tak tahu harus bereaksi seperti apa dan yang paling penting sekarang ia tengah mengajakku berbicara jadi bagaimana aku harus meresponnya. Aku tidak ingin hanya diam seperti ini. Jika aku menggunakan bahasa tangan ia pasti akan kebingungan.

“Kemarin kau memberiku bonus, jadi aku ingin memberikanmu ini sebagai rasa terimakasih.”

Ia meletakkan gulungan karton itu di mejaku. Tentu saja itu membuatku penasaran. Dan aku benar-benar senang saat tahu ia melakukan hal ini untukku.

Kira-kira apa yang ada dibalik gulungan karton itu?

Aku berusaha menahan kegembiraan yang meluap-luap ini dan berpikir reaksi apa yang harus aku tunjukkan pada Chanyeol tapi laki-laki itu lagi-lagi membuatku terkejut.

“Aku…aku senang bertemu denganmu…disini.”

“Aku tau ini terburu-buru dan mungkin…konyol.”

“Tapi, aku…”

“Sepertinya aku menyukaimu sejak aku melihatmu kemarin.”


Eh?

Menyukaiku?

Apa ini?

Rasanya telingaku berdengung setelah mendengar semua itu.

Jadi firasatku kemarin adalah benar. Chanyeol juga merasakannya. Debaran-debaran aneh yang membuatku gugup tapi menyenangkan.

Apa yang harus kulakukan?

Apa aku harus senang?


Tapi…

Chanyeol, bukankah ia terlalu sempurna untukku?

Melihatnya bersikap seperti ini membuatku yakin bahwa ia adalah seseorang yang lugu soal cinta. Dan ia nekat mengatakan semuanya bahkan sebelum ia mengenalku. Wajahnya benar-benar memancarkan ketulusan dan itu membuatku merasa bersalah.

Bagaimana jika ia tau bahwa aku tidaklah normal seperti yang lain? Apa ia akan tetap menyatakan perasaannya seperti ini?

Jika ia tau bahwa aku bisu, apa ia akan tetap mencintai orang sepertiku? Aku merasa rendah saat menyadari semua hal itu.


“Maaf membuatmu terkejut, sejak tadi kau hanya diam, dan lagipula kau tidak perlu menjawab apapun yang aku katakan.”

Chanyeol…


“Itu tadi hanya ucapan bodoh dari orang aneh, sekali lagi maaf.”

Chanyeol…

Itu bukan ucapan bodoh, sungguh!


“–Jika saja bunga bisa berbicara pada kupu-kupu agar ia tetap hinggap–”

Lagi…

Hanya punggungnya yang bisa kulihat. Bunyi lonceng yang terdengar seperti salam perpisahan. Setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Aku percaya dengan pepatah itu tapi secepat inikah aku harus mengalaminya?

Sungguh…

Aku tidak bermaksud membuatnya patah hati atau menolaknya. Aku hanya tidak ingin ia merasa kecewa saat ia mengetahui fakta bahwa aku tidaklah sempurna seperti yang ia pikirkan.


Jika saja…

Jika saja aku bisa berteriak dan memanggilnya.
Jika saja aku bisa mengatakan ‘ya, aku juga merasakan hal yang sama’.

Mungkin ceritaku akan berakhir indah jika semua itu bisa terwujud, tapi nyatanya cerita hidupku adalah cerita yang sudah diatur sedemikian rupa untuk berakhir menyedihkan.

Tanganku terulur mengambil gulungan karton yang Chanyeol berikan dan tepat saat aku membukanya kedua obsidianku sukses membulat dan perasaanku terasa hancur.


“Bunga terindah yang pernah kulihat”

Tulisnya dan ia melukis wajahku diatas karton itu. Wajah yang tampak bahagia dengan senyuman tipis yang saat itu kuberikan padanya. Wajah bahagia yang menyembunyikan berbagai macam kesedihan.

Bunga?

Jika aku adalah bunga maka Chanyeol adalah kupu-kupu. Sang bunga akan menunggu si kupu-kupu untuk menghinggapinya lagi. Terus seperti itu hingga akhirnya sang bunga layu.

Mereka akan beranggapan bahwa kupu-kupu hanya memanfaatkan madu sang bunga. Kenyataannya, kupu-kupu telah membantu sang bunga untuk melakukan penyerbukan agar terlahir bunga-bunga yang lain. Agar ia bisa terus hinggap pada sang bunga.

Dan semuanya akan selalu seperti itu.

Kuusap lembuat lukisan itu, berharap setidaknya kisah cintaku bisa berakhir sedikit lebih indah atau setidaknya bisa terulang menjadi sesuatu yang menggembirakan bagiku sang karakter utama.


Chanyeol…

Jika saja aku bisa mengatakannya!

“ILLA!!”


Kenapa?

Kenapa?

Setiap kali aku ingin mengatakan sesuatu hanya kata itu yang keluar dari mulutku. Aku tak bisa mengucapkannya dengan jelas. Aku tak bisa mengatakannya dengan benar. Tidak bisakah sekali saja beri aku kesempatan untuk bicara?

"ILLA!!"

Hanya kata itu…
Kata yang mewakili ungkapan cinta.

Jika saja ia bisa mengerti.


~ TBC ~

Yosh! Akhirnya saya update setelah dibiarin begitu lama ini fanfic (hehe maaf ya). Untuk chapter ketiga sepertinya bakal jadi chapter terakhir karena saya mau nulis fanfic ChanBaek yang baru yang saya adaptasi dari manga dengan judul “Half & Half”. Insya allah kalau readers semangat review ntar saya juga semangat nulis chap terakhirnya so RnR yaa ^^

1 komentar:

Harap untuk tidak berpromosi di kolom komentar dan berilah komentar dengan bahasa yang santun - Owner