©2015 JUN PLANET
Author : Riska
Junaini
Genre : Hurt/Comfort
Rating : Teen
Cast : Park Chanyeol & Byun Baekhyun
Length : Three Shoot
PLAGIARISM? THAT’S NO NO!
DON’T READ IF YOU DON’T LIKE
Peringatan bahwa ini adalah FF yaoi jadi bagi yang memiliki homophobic saya harap untuk tidak membacanya.
~~~
“Ada apa,
Chanyeol?”
“Eh?”
“Apa kau
memikirkan sesuatu?”
Aku
menggelengkan kepalaku cepat saat pertanyaan itu terlontar dari bibir wanita
tua yang tengah terkulai lemah di hadapanku. Sudah hampir seminggu aku berada
di Jepang untuk menjenguk nenek yang keadaannya semakin memburuk dan pikiranku
masih saja dipenuhi oleh bayang-bayang Baekhyun. Terlalu banyak hal yang
membuatku khawatir karena itulah aku tak bisa menyembunyikan semua kegelisahan
itu.
Nenek
mengusap pelan rambutku dan mengukir senyuman tipis di wajah yang telah
dipenuhi kerutan itu. Ia menatapku dalam seolah ingin menyalurkan ketenangan
hatinya padaku.
“Kau
mengingatkanku pada anak itu.”
“Anak itu?”
“Seseorang
yang nenek ceritakan padamu waktu itu. Pemuda yang selalu datang menjenguk
nenek.”
Ah, orang
misterius yang nenek ceritakan waktu itu.
“Sebenarnya
siapa orang itu nek? Apa nenek tidak menanyakan namanya?”
Nenek
terdiam sejenak sebelum akhirnya menjawab pertanyaanku dengan nada yang serius.
Entah kenapa aku merasa sangat antusias setiap kali membahas orang misterius
itu.
“Nenek
selalu menanyakan namanya setiap kali ia berkunjung kemari tapi ia tak pernah
menjawab bahkan hingga detik terakhir kami bertemu.”
“Kenapa
seperti itu? Jangan-jangan ia mata-mata karena itulah ia menyembunyikan identitasnya.”
Dari cerita
nenek yang kudengar waktu itu, orang itu sepertinya sangat baik dan peduli pada
orang lain tapi tentunya aku tidak bisa percaya begitu saja pada orang asing.
Siapa yang tau jika orang misterius itu ternyata berniat jahat. Terlebih lagi
jika ia bersikap mencurigakan dengan tidak memberitahukan namanya.
“Bukan
begitu, Chanyeol.”
“Lalu?”
“Ia hanya
tak bisa menjawabnya.”
Keningku
berkerut mendengar jawaban nenek barusan. Aku tidak mengerti maksud dari ucapan
tersebut. Sesulit itukah menjawab pertanyaan ‘siapa namamu?’ bagi orang misterius
itu hingga ia tak bisa menjawabnya.
“Sepertinya
kau tidak mengerti, nak.”
Aku
mengangguk.
“Ia tak
bisa menjawabnya karena ia adalah tunawicara.”
Eh?
Entah kenapa
dadaku terasa sakit saat mendengar penjelasan nenek. Semua pemikiran jelek
tentang orang misterius itu seketika hilang dan berganti dengan rasa bersalah
karena telah berprasangka buruk tentangnya.
Aku merasa
berdosa pada orang itu.
Entah
kenapa otakku tiba-tiba memikirkan Baekhyun yang jelas tak ada kaitannya sebelum
akhirnya getaran ponsel di saku jaketku membuyarkan semua pikiran tersebut.
‘Drrttt…
Drrttt…’
Aku merogoh
saku jaketku dan mendapati nama Jongin di layar ponsel. Dengan segera aku
menekan tombol hijau dan berbicara dengan suara pelan agar tidak mengganggu
nenek tapi reaksi orang yang meneleponku justru sebaliknya.
“Chanyeol,
kenapa kau tiba-tiba pergi ke Jepang?!”
Teriakan
Jongin membuatku harus menjauhkan ponselku dari telinga beberapa centimeter
sebelum akhirnya mendekatkannya kembali setelah kurasa cukup aman untuk indera
pendengaranku.
“Aku
menjenguk nenekku dan akan tinggal di Jepang selama setahun.”
“Kenapa?
Maksudku, kenapa harus tinggal disana? Dan kenapa kau tidak berpamitan padaku?”
“Yah, semua
itu adalah keputusan ayahku jadi aku tak berani menentangnya dan aku sangat
buru-buru hingga tak sempat berpamitan denganmu. Lagipula aku disini hanya
setahun.”
Tak ada
jawaban bersemangat dari Jongin selain dengusan lesu yang sengaja ia
perdengarkan untukku. Terdengar seperti seseorang yang putus asa dan aku sangat
tahu apa alasannya.
“Kau sedih
bukan karena kepergianku melainkan karena tak ada yang akan membayar makananmu
kan?”
“Jika kau
tahu lalu kenapa kau meninggalkanku, Chanyeol?”
Aku
bergidik ngeri saat mendengar ucapan Jongin yang terdengar manja lalu
menggerutu kesal pada laki-laki tan itu sebelum akhirnya menekan tombol merah.
Aku menarik napas dalam-dalam untuk mengembalikan mood-ku yang hampir memburuk
karena Jongin.
Aku menatap
layar ponsel yang kupasangi wallpaper fotoku bersama Yura noona di depan
Universitas Kyunghee saat aku berhasil menjadi mahasiswa disana. Tampak nenek
sedikit melirik ke ponselku seperti ingin tahu.
“Apa itu
fotomu bersama Yura?”
Aku
mengangguk.
“Apa kau
punya banyak foto saat di Korea?”
“Iya,
memangnya ada apa nek?”
“Aku ingin
melihatnya. Aku benar-benar merindukan tanah kelahiranku.”
Ucap nenek
dan dengan segera jemariku membuka menu galeri yang menampilkan foto-fotoku
baik saat sendiri maupun bersama noona. Kebanyakan dari foto-foto itu adalah
saat kami sedang berwisata ke pulau dan gedung-gedung bersejarah di Korea.
“Nenek
pasti tahu ini dimana?”
Ucapku saat
layar ponselku menampilkan fotoku bersama noona saat di Gwanghwamun. Nenek
menjawab pertanyaanku dengan benar dan tampak sangat antusias.
Foto-foto
itu perlahan berganti satu demi satu, menampilkan setiap kenangan yang ada dan
terus membuat nenek tersenyum saat menyadari tak ada yang berubah dengan bangunan-bangunan
bersejarah disana.
Hingga akhirnya tiba pada foto paling terbaru
yang ada di ponselku yang juga membuatku terkejut karena aku bahkan lupa akan
foto itu.
“Ah, ini
adalah hasil gambaranku nek. Aku hanya iseng mengabadikannya menggunakan kamera
ponsel.”
Jelasku
sedikit gugup tapi orang di dekatku hanya diam tak bereaksi. Kulihat wajah
nenek yang berubah menjadi serius seolah memastikan sesuatu. Secara bersamaan
jantungku mulai bekerja cepat entah apa sebabnya.
“Dia…”
Aku
mengerutkan keningku saat nenek berucap lirih.
“Dia orang
itu, Chanyeol.”
“Hah?”
“Dia si
tunawicara yang selalu menjenguk nenek.”
DEG!
Seluruh
tubuhku terasa kaku setelah mendengar ucapan nenek. Tak ada reaksi apapun
dariku selain menarik napas dalam-dalam dan berusaha berpikir jernih saat semua
fakta mulai menunjukkan jati dirinya.
Apa
maksudnya ?
Baekhyun…
Itu tidak
mungkin kan? Maksudku, ia benar-benar tampak seperti bunga tanpa cacat dan
bahkan senyumannya seolah memperlihatkan bahwa ia tak memiliki beban hidup apapun.
Jadi,
bagaimana mungkin ia ?
“Sepertinya
mereka hanya mirip nek.”
Aku
berusaha menenangkan diriku yang mulai hanyut dalam duniaku yang dipenuhi
Baekhyun. Aku yakin mereka hanya orang yang mirip dan itu tidak mungkin
Baekhyun.
“Nenek
yakin ini adalah dia! Dimana kau bertemu dengannya, Chanyeol?”
“Di toko
bunga.”
“Apa toko
itu bernama ‘Illa Illa’?”
DEG!
Lagi-lagi
jantungku berdegup cepat saat tebakan nenek benar-benar tepat dengan kenyataan
yang ada. Memoriku seketika memutar ingatan saat aku bertemu dengan laki-laki
manis bertubuh mungil itu. Saat ia menuliskan harga di kalkulator. Saat ia
memberi label harga dan label bunga pada setiap buket yang ia rangkai. Saat ia
hanya diam tak menjawab ucapanku.
Dan saat ia
membiarkanku pergi begitu saja tanpa mengucapkan apapun setelah aku menyatakan
perasaanku.
Semuanya
menjadi jelas.
Baekhyun
punya alasan tersendiri mengapa ia melakukan semua hal tersebut dan itu
benar-benar membuatku berpikir bahwa aku adalah seorang yang egois. Aku dengan
seenaknya mengungkapkan perasanku padanya lalu mengatakan bahwa ia tak perlu
menjawabnya.
Bayangkan
bagaimana aku telah menyinggung perasaannya saat itu?
Aku bisa
membayangkan bagaimana Baekhyun merasa kebingungan atas semua kekonyolanku dan
bagaimana ia harus menjelaskan semuanya pada orang bodoh sepertiku.
‘POK’
Nenek
menyentuh bahuku lembut, membuatku tersadar dari lamunan dan rasa penyesalanku.
Seolah bisa membaca semua kegelisahanku, nenek mengusap punggungku pelan untuk
memberikan sedikit ketenangan padaku.
“Apa ia
temanmu?”
Aku bahkan
bingung menjawab pertanyaan itu. Aku hanya bertemu Baekhyun dua kali dan itu
hanyalah sebagai penjual dan pembeli.
“Bisa
dibilang seperti itu, nek.”
Jawabku
asal.
Baekhyun,
diantara semua orang kenapa harus dia?
~~~
Hari ini
aku memutuskan untuk kembali ke Korea hanya untuk menemui orang itu. Seseorang
yang selama ini memenuhi pikiranku dan membuatku nekat membohongi orangtuaku.
Aku mengatakan pada mereka bahwa ada tugas yang harus kuberikan pada dosen dan
jika tak dikumpulkan tepat waktu maka aku harus mengulang mata pelajarannya,
dan orangtuaku dengan mudah mempercayai kebohonganku itu.
Nenek
sepakat untuk merahasiakan semuanya dari ayah dan ibu. Tidak ada alasan khusus
kenapa aku memutuskan untuk menemui Baekhyun. Aku hanya ingin mengucapkan
terimakasih karena Baekhyun dengan sukarela telah menjaga nenek. Dan aku ingin
meminta maaf padanya atas pernyataanku saat itu.
Illa…
Nenek
menceritakan padaku apa makna dibalik kata itu. Sehari sebelum ayah Baekhyun
menghembuskan napas terakhirnya, ia dan nenek sempat berbincang saat keduanya
sedang berkeliling di taman rumah sakit.
Bahwa itu
adalah kata pertama yang Baekhyun ucapkan. Ayahnya yakin bahwa itu adalah kata
yang mewakili ungkapan cinta meski menurut orang lain itu hanyalah kata yang
terdengar aneh dan tak berarti.
Bukankah
itu tidak masalah?
Karena
setiap orang memiliki caranya masing-masing untuk mengungkapkan perasaannya.
Perasaan yang mereka yakini benar dan membawa kebaikan pada diri mereka dan
orang yang mereka sayangi.
~~~
Sudah satu
jam lebih aku menaiki taxi dari Incheon airport menuju sekitar Universitas
Kyunghee dan sesampainya di tempat tujuanku yang kudapati hanyalah tempat
kosong tak ada aktivitas sama sekali.
Toko bunga
milik Baekhyun tutup.
Aku
berjalan tak tentu arah menanyakan setiap orang yang lewat tapi tak ada satu
orang pun yang tahu alasan toko itu tutup – tentu saja mereka tidak tahu. Aku
benar-benar seperti orang bodoh. Aku bingung akan apa yang harus aku lakukan.
Aku tidak tahu dimana rumah Baekhyun jadi aku tidak mungkin mendatangi
rumahnya. Aku juga tidak tahu nomor ponselnya jadi aku tidak mungkin
menghubunginya.
Pada
akhirnya aku memutuskan untuk kembali menaiki taxi dan menyuruh si supir untuk
berkeliling. Mencari sosok mungil seperti Baekhyun di tengah keramaian akan
menjadi hal yang sulit karena itulah aku menyuruh si supir untuk mengemudikan
mobilnya dengan perlahan agar aku tak melewatkan satu titikpun.
Obsidianku
akhirnya berhenti pada satu titik dimana ada seorang laki-laki mungil –yang
sejak tadi kucari bersama dengan seorang nenek yang tengah berjualan. Dan
kegiatan itu terganggu karena kehadiran seorang laki-laki bertubuh besar yang
tampaknya memaksa si nenek untuk memberikan uang padanya.
Tubuhku
spontan bergerak saat aku yakin cepat atau lambat pria berandalan itu akan
melayangkan pukulannya pada Baekhyun yang tengah melindungi nenek itu. Namun,
apa yang kulihat benar-benar membuatku terkejut. Baekhyun dengan mudahnya
menangkis pukulan itu dan menghajar habis berandalan itu hanya dengan satu
tangan hingga akhirnya berandalan itu pergi menyelamatkan dirinya dari pukulan
mengerikan Baekhyun.
Mengagumkan.
Deg!
Lagi-lagi
perasaan gugup menyelimutiku saat mata sipit itu akhirnya menemukan sosokku
yang tengah memperhatikannya. Ada ekspresi terkejut yang tergambar di wajahnya
sebelum akhirnya ia menundukkan wajah manis itu dalam-dalam. Tanpa berlama-lama
aku segera berjalan menuju Baekhyun.
“Kau
baik-baik saja?”
Ia
mengangguk sambil tetap menundukkan wajahnya.
“Bagaimana
denganmu nek?”
“Aku
baik-baik saja berkat pemuda ini. Terimakasih telah melindungiku.”
Baekhyun
hanya tersenyum tipis dan sedetik kemudian melangkahkan kakinya pergi tapi
secepat itu pula aku menahan lengannya agar tetap bersamaku.
“Ia juga
senang bisa melindungimu nek. Kalau begitu izinkan kami pergi karena kami ada
sedikit urusan.”
“Ya tentu
saja. Sekali lagi terimakasih karena sudah melindungiku.”
Aku
membungkuk pada wanita tua itu sebelum akhirnya membawa Baekhyun pergi. Baekhyun
membulatkan matanya saat aku terus menariknya menuju tempat yang tak terlalu
ramai. Bisa kurasakan bahwa ia tengah memperhatikan tangan kiriku yang kini
tengah menggenggam erat pergelangan tangan kanannya.
“– menyatu
seperti bunga dan kupu-kupu yang hinggap di atasnya –”
Aku menarik
napas dalam-dalam tanpa melepas genggamanku padanya. Aku tidak peduli jika
Baekhyun merasa tidak nyaman karena aku hanya tidak ingin ia melarikan diri
dariku setelah aku jauh-jauh datang kesini.
Karena kali
ini aku tidak akan bertingkah bodoh seperti waktu itu.
“Byun
Baekhyun…”
Lagi-lagi
mata sipitnya membulat dan ia tampak kebingungan saat mendengarku mengucapkan
nama lengkapnya yang tentu saja aku ketahui dari cerita nenek kemarin.
“Kau tahu
tentang pasien bernama Park Hyena kan?”
Ia
mengangguk dengan gugupnya dan tampak bertanya-tanya. Kembali aku menarik napas
dalam-dalam sebelum menjelaskan semuanya.
“Ia adalah
nenekku. Aku mencarimu karena ingin berterimakasih padamu yang telah menjaga
nenekku selama di Jepang.”
Hanya
ekspresi bingung yang ia perlihatkan dan aku hanya menanggapinya dengan sebuah
senyuman tipis. Baekhyun memberanikan diri menatapku seolah ingin meyakinkan
bahwa apa yang aku katakan adalah benar. Tidak butuh waktu lama hingga akhirnya
wajah manis itu tampak yakin dan tidak gelisah seperti sebelumnya.
“Dunia ini
benar-benar kecil ya.”
Gumamku
sebelum akhirnya melepas genggamanku padanya dan membalikkan tubuhku
membelakanginya. Sekarang saatnya untuk meminta maaf atas kejadian waktu itu
tapi aku benar-benar gugup hingga tak berani menatapnya seperti tadi.
“Tentang
kejadian waktu itu…”
Suaraku
terasa tercekat sebelum aku sempat menyelesaikan kalimatku. Kembali aku menarik
napas dalam-dalam.
“Maaf
karena aku tiba-tiba mengatakan hal seperti itu padamu. Nenekku sudah
menceritakan semua yang ia ketahui tentangmu dari ayahmu. Sekali lagi aku
benar-benar minta maaf karena sikap bodohku.”
Hening…
Masih
banyak yang ingin aku katakan tapi aku benar-benar gugup. Ribuan huruf seolah
berputar di sel-sel otakku menjadi rangkaian kata dan memerintahkan mulutku
untuk mengucapkannya tapi tak ada kata apapun yang terucap. Keduanya tak
bersinkronisasi.
‘GREB’
Seperti
dingin yang membalut tubuhku di hening malam.
Merasuk
hingga ke tulang-tulang.
Laki-laki
mungil itu memelukku, melingkarkan lengannya pada tubuhku. Menyandarkan
kepalanya pada punggungku. Bisa kurasakan napasnya yang seirama denganku.
Debaran yang sama cepatnya sepertiku.
Baekhyun.
Aku juga merasakan hal
yang sama sepertimu
hanya saja aku takut
aku takut kau akan
meninggalkanku
Perasaan yang kita
miliki
sesuatu yang sulit
untuk dikatakan
karena perasaan bukan
untuk dikatakan
tapi dirasakan…
mungkin tak seterang
bintang di langit
yang bisa kau lihat
dengan jelas
ini seperti angin
tak berwujud tapi
kehadirannya dapat dirasakan
kusampaikan pesanku
untuk alamat yang
disebut ‘hati’
dari tempat yang
disebut ‘cinta’
bertemu dalam perasaan
bersatu dalam
kesetiaan
~ END ~
Terlalu
cepet? Udah males ngelanjutin sih hehe (maaf ya terlalu simple T.T)
Endingnya
gantung? Menurut survey remaja lebih suka ending yang gantung agar mereka bisa
memutuskan ending dari cerita tersebut berdasarkan pilihan mereka sendiri. Kata
survey loh ya makanya ane pengen nyoba bikin ending gantung and the
last, thanks buat kalian yang sudah membaca ff ini ^^.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Harap untuk tidak berpromosi di kolom komentar dan berilah komentar dengan bahasa yang santun - Owner