Kamis, 27 Agustus 2015

ILLA ILLA Chapter 3 –– ChanBaek Fanfiction

©2015 JUN PLANET

Author         : Riska Junaini
Genre          : Hurt/Comfort
Rating         : Teen
Cast             : Park Chanyeol & Byun Baekhyun
Length         : Three Shoot

PLAGIARISM? THAT’S NO NO!
DON’T READ IF YOU DON’T LIKE
 Peringatan bahwa ini adalah FF yaoi jadi bagi yang memiliki homophobic saya harap untuk tidak membacanya.

~~~

“Ada apa, Chanyeol?”

“Eh?”

“Apa kau memikirkan sesuatu?”

Aku menggelengkan kepalaku cepat saat pertanyaan itu terlontar dari bibir wanita tua yang tengah terkulai lemah di hadapanku. Sudah hampir seminggu aku berada di Jepang untuk menjenguk nenek yang keadaannya semakin memburuk dan pikiranku masih saja dipenuhi oleh bayang-bayang Baekhyun. Terlalu banyak hal yang membuatku khawatir karena itulah aku tak bisa menyembunyikan semua kegelisahan itu.

Nenek mengusap pelan rambutku dan mengukir senyuman tipis di wajah yang telah dipenuhi kerutan itu. Ia menatapku dalam seolah ingin menyalurkan ketenangan hatinya padaku.

“Kau mengingatkanku pada anak itu.”

“Anak itu?”

“Seseorang yang nenek ceritakan padamu waktu itu. Pemuda yang selalu datang menjenguk nenek.”

Ah, orang misterius yang nenek ceritakan waktu itu.

“Sebenarnya siapa orang itu nek? Apa nenek tidak menanyakan namanya?”

Nenek terdiam sejenak sebelum akhirnya menjawab pertanyaanku dengan nada yang serius. Entah kenapa aku merasa sangat antusias setiap kali membahas orang misterius itu.

“Nenek selalu menanyakan namanya setiap kali ia berkunjung kemari tapi ia tak pernah menjawab bahkan hingga detik terakhir kami bertemu.”

“Kenapa seperti itu? Jangan-jangan ia mata-mata karena itulah ia menyembunyikan identitasnya.”

Dari cerita nenek yang kudengar waktu itu, orang itu sepertinya sangat baik dan peduli pada orang lain tapi tentunya aku tidak bisa percaya begitu saja pada orang asing. Siapa yang tau jika orang misterius itu ternyata berniat jahat. Terlebih lagi jika ia bersikap mencurigakan dengan tidak memberitahukan namanya.

“Bukan begitu, Chanyeol.”

“Lalu?”

“Ia hanya tak bisa menjawabnya.”

Keningku berkerut mendengar jawaban nenek barusan. Aku tidak mengerti maksud dari ucapan tersebut. Sesulit itukah menjawab pertanyaan ‘siapa namamu?’ bagi orang misterius itu hingga ia tak bisa menjawabnya.

“Sepertinya kau tidak mengerti, nak.”

Aku mengangguk.

“Ia tak bisa menjawabnya karena ia adalah tunawicara.”


Eh?

Entah kenapa dadaku terasa sakit saat mendengar penjelasan nenek. Semua pemikiran jelek tentang orang misterius itu seketika hilang dan berganti dengan rasa bersalah karena telah berprasangka buruk tentangnya.

Aku merasa berdosa pada orang itu.

Entah kenapa otakku tiba-tiba memikirkan Baekhyun yang jelas tak ada kaitannya sebelum akhirnya getaran ponsel di saku jaketku membuyarkan semua pikiran tersebut.


‘Drrttt… Drrttt…’

Aku merogoh saku jaketku dan mendapati nama Jongin di layar ponsel. Dengan segera aku menekan tombol hijau dan berbicara dengan suara pelan agar tidak mengganggu nenek tapi reaksi orang yang meneleponku justru sebaliknya.

“Chanyeol, kenapa kau tiba-tiba pergi ke Jepang?!”

Teriakan Jongin membuatku harus menjauhkan ponselku dari telinga beberapa centimeter sebelum akhirnya mendekatkannya kembali setelah kurasa cukup aman untuk indera pendengaranku.

“Aku menjenguk nenekku dan akan tinggal di Jepang selama setahun.”

“Kenapa? Maksudku, kenapa harus tinggal disana? Dan kenapa kau tidak berpamitan padaku?”

“Yah, semua itu adalah keputusan ayahku jadi aku tak berani menentangnya dan aku sangat buru-buru hingga tak sempat berpamitan denganmu. Lagipula aku disini hanya setahun.”

Tak ada jawaban bersemangat dari Jongin selain dengusan lesu yang sengaja ia perdengarkan untukku. Terdengar seperti seseorang yang putus asa dan aku sangat tahu apa alasannya.

“Kau sedih bukan karena kepergianku melainkan karena tak ada yang akan membayar makananmu kan?”

“Jika kau tahu lalu kenapa kau meninggalkanku, Chanyeol?”

Aku bergidik ngeri saat mendengar ucapan Jongin yang terdengar manja lalu menggerutu kesal pada laki-laki tan itu sebelum akhirnya menekan tombol merah. Aku menarik napas dalam-dalam untuk mengembalikan mood-ku yang hampir memburuk karena Jongin.

Aku menatap layar ponsel yang kupasangi wallpaper fotoku bersama Yura noona di depan Universitas Kyunghee saat aku berhasil menjadi mahasiswa disana. Tampak nenek sedikit melirik ke ponselku seperti ingin tahu.

“Apa itu fotomu bersama Yura?”

Aku mengangguk.

“Apa kau punya banyak foto saat di Korea?”

“Iya, memangnya ada apa nek?”

“Aku ingin melihatnya. Aku benar-benar merindukan tanah kelahiranku.”

Ucap nenek dan dengan segera jemariku membuka menu galeri yang menampilkan foto-fotoku baik saat sendiri maupun bersama noona. Kebanyakan dari foto-foto itu adalah saat kami sedang berwisata ke pulau dan gedung-gedung bersejarah di Korea.

“Nenek pasti tahu ini dimana?”

Ucapku saat layar ponselku menampilkan fotoku bersama noona saat di Gwanghwamun. Nenek menjawab pertanyaanku dengan benar dan tampak sangat antusias.

Foto-foto itu perlahan berganti satu demi satu, menampilkan setiap kenangan yang ada dan terus membuat nenek tersenyum saat menyadari tak ada yang berubah dengan bangunan-bangunan bersejarah disana.

 Hingga akhirnya tiba pada foto paling terbaru yang ada di ponselku yang juga membuatku terkejut karena aku bahkan lupa akan foto itu.

“Ah, ini adalah hasil gambaranku nek. Aku hanya iseng mengabadikannya menggunakan kamera ponsel.”

Jelasku sedikit gugup tapi orang di dekatku hanya diam tak bereaksi. Kulihat wajah nenek yang berubah menjadi serius seolah memastikan sesuatu. Secara bersamaan jantungku mulai bekerja cepat entah apa sebabnya.

“Dia…”

Aku mengerutkan keningku saat nenek berucap lirih.

“Dia orang itu, Chanyeol.”

“Hah?”

“Dia si tunawicara yang selalu menjenguk nenek.”


DEG!

Seluruh tubuhku terasa kaku setelah mendengar ucapan nenek. Tak ada reaksi apapun dariku selain menarik napas dalam-dalam dan berusaha berpikir jernih saat semua fakta mulai menunjukkan jati dirinya.

Apa maksudnya ?

Baekhyun…


Itu tidak mungkin kan? Maksudku, ia benar-benar tampak seperti bunga tanpa cacat dan bahkan senyumannya seolah memperlihatkan bahwa ia tak memiliki beban hidup apapun.

Jadi, bagaimana mungkin ia ?


“Sepertinya mereka hanya mirip nek.”

Aku berusaha menenangkan diriku yang mulai hanyut dalam duniaku yang dipenuhi Baekhyun. Aku yakin mereka hanya orang yang mirip dan itu tidak mungkin Baekhyun.


“Nenek yakin ini adalah dia! Dimana kau bertemu dengannya, Chanyeol?”

“Di toko bunga.”

“Apa toko itu bernama ‘Illa Illa’?”


DEG!

Lagi-lagi jantungku berdegup cepat saat tebakan nenek benar-benar tepat dengan kenyataan yang ada. Memoriku seketika memutar ingatan saat aku bertemu dengan laki-laki manis bertubuh mungil itu. Saat ia menuliskan harga di kalkulator. Saat ia memberi label harga dan label bunga pada setiap buket yang ia rangkai. Saat ia hanya diam tak menjawab ucapanku.

Dan saat ia membiarkanku pergi begitu saja tanpa mengucapkan apapun setelah aku menyatakan perasaanku.

Semuanya menjadi jelas.

Baekhyun punya alasan tersendiri mengapa ia melakukan semua hal tersebut dan itu benar-benar membuatku berpikir bahwa aku adalah seorang yang egois. Aku dengan seenaknya mengungkapkan perasanku padanya lalu mengatakan bahwa ia tak perlu menjawabnya.

Bayangkan bagaimana aku telah menyinggung perasaannya saat itu?

Aku bisa membayangkan bagaimana Baekhyun merasa kebingungan atas semua kekonyolanku dan bagaimana ia harus menjelaskan semuanya pada orang bodoh sepertiku.



‘POK’

Nenek menyentuh bahuku lembut, membuatku tersadar dari lamunan dan rasa penyesalanku. Seolah bisa membaca semua kegelisahanku, nenek mengusap punggungku pelan untuk memberikan sedikit ketenangan padaku.

“Apa ia temanmu?”

Aku bahkan bingung menjawab pertanyaan itu. Aku hanya bertemu Baekhyun dua kali dan itu hanyalah sebagai penjual dan pembeli.

“Bisa dibilang seperti itu, nek.”

Jawabku asal.


Baekhyun, diantara semua orang kenapa harus dia?

~~~

Hari ini aku memutuskan untuk kembali ke Korea hanya untuk menemui orang itu. Seseorang yang selama ini memenuhi pikiranku dan membuatku nekat membohongi orangtuaku. Aku mengatakan pada mereka bahwa ada tugas yang harus kuberikan pada dosen dan jika tak dikumpulkan tepat waktu maka aku harus mengulang mata pelajarannya, dan orangtuaku dengan mudah mempercayai kebohonganku itu.

Nenek sepakat untuk merahasiakan semuanya dari ayah dan ibu. Tidak ada alasan khusus kenapa aku memutuskan untuk menemui Baekhyun. Aku hanya ingin mengucapkan terimakasih karena Baekhyun dengan sukarela telah menjaga nenek. Dan aku ingin meminta maaf padanya atas pernyataanku saat itu.

Illa…

Nenek menceritakan padaku apa makna dibalik kata itu. Sehari sebelum ayah Baekhyun menghembuskan napas terakhirnya, ia dan nenek sempat berbincang saat keduanya sedang berkeliling di taman rumah sakit.

Bahwa itu adalah kata pertama yang Baekhyun ucapkan. Ayahnya yakin bahwa itu adalah kata yang mewakili ungkapan cinta meski menurut orang lain itu hanyalah kata yang terdengar aneh dan tak berarti.

Bukankah itu tidak masalah?

Karena setiap orang memiliki caranya masing-masing untuk mengungkapkan perasaannya. Perasaan yang mereka yakini benar dan membawa kebaikan pada diri mereka dan orang yang mereka sayangi.

~~~

Sudah satu jam lebih aku menaiki taxi dari Incheon airport menuju sekitar Universitas Kyunghee dan sesampainya di tempat tujuanku yang kudapati hanyalah tempat kosong tak ada aktivitas sama sekali.

Toko bunga milik Baekhyun tutup.

Aku berjalan tak tentu arah menanyakan setiap orang yang lewat tapi tak ada satu orang pun yang tahu alasan toko itu tutup – tentu saja mereka tidak tahu. Aku benar-benar seperti orang bodoh. Aku bingung akan apa yang harus aku lakukan. Aku tidak tahu dimana rumah Baekhyun jadi aku tidak mungkin mendatangi rumahnya. Aku juga tidak tahu nomor ponselnya jadi aku tidak mungkin menghubunginya.


Pada akhirnya aku memutuskan untuk kembali menaiki taxi dan menyuruh si supir untuk berkeliling. Mencari sosok mungil seperti Baekhyun di tengah keramaian akan menjadi hal yang sulit karena itulah aku menyuruh si supir untuk mengemudikan mobilnya dengan perlahan agar aku tak melewatkan satu titikpun.


Obsidianku akhirnya berhenti pada satu titik dimana ada seorang laki-laki mungil –yang sejak tadi kucari bersama dengan seorang nenek yang tengah berjualan. Dan kegiatan itu terganggu karena kehadiran seorang laki-laki bertubuh besar yang tampaknya memaksa si nenek untuk memberikan uang padanya.

Tubuhku spontan bergerak saat aku yakin cepat atau lambat pria berandalan itu akan melayangkan pukulannya pada Baekhyun yang tengah melindungi nenek itu. Namun, apa yang kulihat benar-benar membuatku terkejut. Baekhyun dengan mudahnya menangkis pukulan itu dan menghajar habis berandalan itu hanya dengan satu tangan hingga akhirnya berandalan itu pergi menyelamatkan dirinya dari pukulan mengerikan Baekhyun.

Mengagumkan.


Deg!

Lagi-lagi perasaan gugup menyelimutiku saat mata sipit itu akhirnya menemukan sosokku yang tengah memperhatikannya. Ada ekspresi terkejut yang tergambar di wajahnya sebelum akhirnya ia menundukkan wajah manis itu dalam-dalam. Tanpa berlama-lama aku segera berjalan menuju Baekhyun.


“Kau baik-baik saja?”

Ia mengangguk sambil tetap menundukkan wajahnya.

“Bagaimana denganmu nek?”

“Aku baik-baik saja berkat pemuda ini. Terimakasih telah melindungiku.”

Baekhyun hanya tersenyum tipis dan sedetik kemudian melangkahkan kakinya pergi tapi secepat itu pula aku menahan lengannya agar tetap bersamaku.

“Ia juga senang bisa melindungimu nek. Kalau begitu izinkan kami pergi karena kami ada sedikit urusan.”

“Ya tentu saja. Sekali lagi terimakasih karena sudah melindungiku.”


Aku membungkuk pada wanita tua itu sebelum akhirnya membawa Baekhyun pergi. Baekhyun membulatkan matanya saat aku terus menariknya menuju tempat yang tak terlalu ramai. Bisa kurasakan bahwa ia tengah memperhatikan tangan kiriku yang kini tengah menggenggam erat pergelangan tangan kanannya.

“– menyatu seperti bunga dan kupu-kupu yang hinggap di atasnya –”


Aku menarik napas dalam-dalam tanpa melepas genggamanku padanya. Aku tidak peduli jika Baekhyun merasa tidak nyaman karena aku hanya tidak ingin ia melarikan diri dariku setelah aku jauh-jauh datang kesini.

Karena kali ini aku tidak akan bertingkah bodoh seperti waktu itu.


“Byun Baekhyun…”

Lagi-lagi mata sipitnya membulat dan ia tampak kebingungan saat mendengarku mengucapkan nama lengkapnya yang tentu saja aku ketahui dari cerita nenek kemarin.

“Kau tahu tentang pasien bernama Park Hyena kan?”

Ia mengangguk dengan gugupnya dan tampak bertanya-tanya. Kembali aku menarik napas dalam-dalam sebelum menjelaskan semuanya.

“Ia adalah nenekku. Aku mencarimu karena ingin berterimakasih padamu yang telah menjaga nenekku selama di Jepang.”

Hanya ekspresi bingung yang ia perlihatkan dan aku hanya menanggapinya dengan sebuah senyuman tipis. Baekhyun memberanikan diri menatapku seolah ingin meyakinkan bahwa apa yang aku katakan adalah benar. Tidak butuh waktu lama hingga akhirnya wajah manis itu tampak yakin dan tidak gelisah seperti sebelumnya.

“Dunia ini benar-benar kecil ya.”

Gumamku sebelum akhirnya melepas genggamanku padanya dan membalikkan tubuhku membelakanginya. Sekarang saatnya untuk meminta maaf atas kejadian waktu itu tapi aku benar-benar gugup hingga tak berani menatapnya seperti tadi.

“Tentang kejadian waktu itu…”

Suaraku terasa tercekat sebelum aku sempat menyelesaikan kalimatku. Kembali aku menarik napas dalam-dalam.


“Maaf karena aku tiba-tiba mengatakan hal seperti itu padamu. Nenekku sudah menceritakan semua yang ia ketahui tentangmu dari ayahmu. Sekali lagi aku benar-benar minta maaf karena sikap bodohku.”


Hening…

Masih banyak yang ingin aku katakan tapi aku benar-benar gugup. Ribuan huruf seolah berputar di sel-sel otakku menjadi rangkaian kata dan memerintahkan mulutku untuk mengucapkannya tapi tak ada kata apapun yang terucap. Keduanya tak bersinkronisasi.


‘GREB’

Seperti dingin yang membalut tubuhku di hening malam.

Merasuk hingga ke tulang-tulang.


Laki-laki mungil itu memelukku, melingkarkan lengannya pada tubuhku. Menyandarkan kepalanya pada punggungku. Bisa kurasakan napasnya yang seirama denganku. Debaran yang sama cepatnya sepertiku.

Baekhyun.


Aku juga merasakan hal yang sama sepertimu
hanya saja aku takut
aku takut kau akan meninggalkanku

Perasaan yang kita miliki
sesuatu yang sulit untuk dikatakan

karena perasaan bukan untuk dikatakan
tapi dirasakan…

mungkin tak seterang bintang di langit
yang bisa kau lihat dengan jelas
ini seperti angin
tak berwujud tapi kehadirannya dapat dirasakan

kusampaikan pesanku
untuk alamat yang disebut ‘hati’
dari tempat yang disebut ‘cinta’
bertemu dalam perasaan
bersatu dalam kesetiaan


~ END ~

Terlalu cepet? Udah males ngelanjutin sih hehe (maaf ya terlalu simple T.T)
Endingnya gantung? Menurut survey remaja lebih suka ending yang gantung agar mereka bisa memutuskan ending dari cerita tersebut berdasarkan pilihan mereka sendiri. Kata survey loh ya makanya ane pengen nyoba bikin ending gantung and the last, thanks buat kalian yang sudah membaca ff ini ^^.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Harap untuk tidak berpromosi di kolom komentar dan berilah komentar dengan bahasa yang santun - Owner