***
ILLA ILLA ***
Author : Riska Junaini
Length :
Threeshot
Rating :
T
Genre :
Boys Love
Cast :
-
Park Chanyeol (EXO)
- Byun Baekhyun (EXO)
Summary :
“Kau
bukan lebah yang bisa menghisap madu bunga yang diinginkannya tapi kau adalah
ulat yang harus berjuang sedemikian rupa sebelum akhirnya menjadi kupu-kupu dan
hinggap di kelopaknya”
THIS IS ABOUT BOYS LOVE, SO DON’T READ IF YOU DON’T LIKE!
Saya sudah memperingatkan di awal bahwa ini fanfic ChanBaek jadi yang merasa
anti dengan genre yaoi saya harap untuk tidak membaca fanfic ini. Terinspirasi
dari MV Juniel – Illa Illa dan ini adalah ff yaoi pertama saya :D
Happy reading~~~
***
“Musim semi sudah datang, kemana kau akan liburan?”
Lagi-lagi pertanyaan itu. Pertanyaan yang selalu kudengar
saat musim semi tiba. Pertanyaan yang jujur saja membuatku muak karena
orang-orang terus membicarakan hal-hal mengenai apa yang akan mereka lakukan
selama liburan musim semi. Aku hanya menguap malas, tidak berniat sama sekali
untuk menjawab pertanyaan Jongin –namja yang barusan bertanya padaku.
“Ayolah, jangan bilang kau akan berdiam diri dirumah
lagi? Kau butuh refreshing agar otakmu kembali segar.”
Aku tetap tak menggubris ucapan Jongin dan justru sibuk
bermain game di ponselku. Siapa yang peduli jika selama liburan aku hanya
berdiam diri di rumah, memangnya ada yang salah dengan hal itu? Toh, dirumah
aku juga bisa mengistirahatkan otakku dari semua tugas-tugas kuliah, bahkan aku
tak perlu mengeluarkan biaya untuk bepergian kesana-kemari.
“Park Chanyeol, kau ini benar-benar payah. Sudahlah, jika
kau berubah pikiran dan ingin ikut berlibur denganku, cari saja aku di Pulau
Jeju, aku dan Kyungsoo akan pergi kesana besok.”
Namja tan itu akhirnya pergi dari hadapanku setelah
menyelesaikan kalimatnya, mungkin dia sedikit kesal karena aku sama sekali
tidak merespon ucapannya, tapi aku tau Jongin tidak akan marah dengan sikapku
ini karena ia sangat mengenalku. Ya, aku memang tidak suka pergi berlibur dan
lebih memilih untuk menghabiskan waktu dirumah, sekedar menonton DVD, bermain
game, membaca komik atau tidur. Itu semua jauh lebih menyenangkan dibanding
harus berjalan-jalan mengitari pantai atau pulau yang hanya membuat urat-urat
kakiku menegang setelahnya.
Aku memasukkan ponselku ke dalam saku jaket lalu
menggendong tas gitarku di punggung bersama dengan ranselku. Dengan cepat aku
melangkahkan kaki menuju basement Universitas Kyunghee, tidak sabar untuk
bertemu dengan ‘Dobi’ sepeda kesayanganku sejak SMA.
Aku tidak peduli ataupun iri dengan mereka yang pergi ke
Universitas dengan menggunakan mobil mewahnya. Bagiku Dobi jauh lebih nyaman
dibanding jok empuk milik mahasiswa-mahasiswa itu. Sejujurnya, uang kedua
orangtuaku cukup untuk membelikanku mobil dengan harga yang lumayan, hanya saja
aku menolaknya. Aku tetap ingin bersama Dobi hingga lulus sarjana nanti. Aku
sangat menyukai Dobi karena ia adalah hadiah dari ayahku saat aku berhasil
masuk SMA favorit di Seoul, dan nama Dobi adalah ide dari noonaku karena
menurutnya si pemilik –aku- terlihat seperti tokoh Dobi dalam film Harry
Potter.
“Dobi-ya, maaf membuatmu menunggu lama, ada pelajaran
tambahan tadi. Sekarang ayo kita pulang.” gumamku pada Dobi saat tiba di
basement lalu mulai mengayuh meninggalkan tempat itu.
Beberapa orang selalu saja memperhatikanku saat aku
tengah mengayuh sepeda keluar dari universitas. Entahlah, mungkin karena hanya
sedikit mahasiswa yang masih menggunakan sepeda bahkan bisa dihitung dengan
jari jadi ‘kami’ dianggap sedikit kuno. Tapi aku tidak masalah, justru
orang-orang kuno seperti kami yang telah membantu mengurangi efek pemanasan
global dan penghematan energi.
Sebelumnya biarkan aku memperkenalkan diriku terlebih
dahulu, aku Park Chanyeol, mahasiswa semester 3 jurusan musik di Universitas
Kyunghee. Aku sangat menyukai segala sesuatu yang berhubungan dengan seni
terutama musik, itulah sebabnya aku mengambil jurusan tersebut. Pada awalnya
kedua orangtuaku memang tidak setuju dengan pilihanku, tapi setelah aku
bersungguh-sungguh mereka akhirnya luluh dan mendukung apapun pilihanku.
“Drrtt…Drrtt…”
Kurasakan ponselku bergetar di saku jaket saat aku tengah
sibuk menikmati suasana musim semi sambil mengendarai Dobi kesayanganku. Aku
mengayuh Dobi menuju sebuah pohon rindang dan berhenti disana untuk mengangkat
telepon yang ternyata dari noonaku.
“Yeoboseyo”
“Chanyeol,
kau masih di jalan kan?”
“Ne”
“Tolong
belikan bunga Krisan ungu untukku di Heaven Flower Shop”
“Bunga
Krisan itu yang seperti apa? Dan apa tidak ada toko yang lain? Heaven sangat
jauh dari sini”
“Kau
cari saja, yang penting bunga itu harus ada saat kau pulang”
“Noo-”
“Tuut…Tuut…Tuut”
Belum sempat aku menyelesaikan ucapanku telepon sudah
terputus. Aku melenguh malas sambil beberapa kali mengumpat pada layar
ponselku, bermaksud mengumpat pada noonaku. Namun, pada akhirnya dengan
terpaksa aku mengayuh kembali si Dobi menuju toko bunga yang dimaksudkan
noonaku.
Sepuluh menit setelah noonaku menelepon, aku dengan
spontan menghentikan Dobi di depan sebuah toko bunga yang tidak pernah kulihat
sebelumnya. Aku selalu lewat di daerah ini setiap pulang tapi baru kali ini aku
melihat toko bunga ini.
“Illa Flower Shop”
“Nama yang unik”
batinku sambil membaca tulisan di papan kecil yang
terpajang di depan toko itu. Ada dua orang yang baru saja keluar dari toko
tersebut dan aku memberanikan diri untuk bertanya.
“Apa toko itu menjual bunga Krisan?” tanyaku setelah
menghampiri mereka bersama Dobi yang kutuntun disisi kananku.
“Ne, toko itu menjual semua jenis bunga dan sepertinya
toko itu baru saja dibuka, tidak kalah bagus dengan Heaven Flower Shop.” jelas
salah satu dari dua orang yang ada di hadapanku. Ia tampak mengacungkan kedua
ibu jarinya, menandakan bahwa ia sangat menyukai tempat tersebut. Aku pun
mengucapkan terima kasih sebelum akhirnya menuntun Dobi menuju sebuah sepeda
berwarna putih yang terparkir di depan toko tersebut.
“Tunggulah disini Dobi-ya dan berkenalan-lah dengan
sepeda imut disampingmu ini.” ucapku layaknya Dobi adalah benda hidup.
Aku kemudian melangkahkan kakiku masuk menuju toko bunga
tersebut. Bunyi lonceng yang tergantung diatas pintu menyambutku saat aku masuk
ke dalamnya. Toko itu tidak luas tapi juga tidak sempit. Warna-warni bunga yang
ada disana benar-benar memanjakan kedua obsidianku. Beberapa bunga digantung
dan daunnya menjuntai ke bawah, membuat toko itu menjadi seperti kebun kecil
yang indah. Untuk sesaat aku merasa terhipnotis dengan aroma dan warna
bunga-bunga itu sebelum akhirnya aku mengingat ucapan noonaku.
“Kau
cari saja, yang penting bunga itu harus ada saat kau pulang”
Dengan segera aku berputar melihat-lihat setiap bunga
yang berwarna ungu, mungkin saja ada bunga Krisan diantaranya. Jujur saja, aku
tidak tahu apa-apa tentang bunga selain mawar, melati, dan matahari. Beberapa
kali noonaku menyuruhku membelikannya bunga yang tidak ku ketahui jenisnya dan
akan berakhir dengan ia memarahiku karena aku salah membeli bunga.
Aku terus mengitari tempat itu sebelum akhirnya kedua
manik mataku menatap sosok mungil yang tengah sibuk menyusun bunga-bunga yang
ada di hadapannya menjadi sebuah buket yang indah. Bunga-bunga yang berserakan
di meja di hadapannya ia rangkai menjadi sebuah buket yang entah kenapa
terlihat sangat menarik dibandingkan dengan buket-buket bunga yang pernah
kulihat sebelumnya.
“Seperti
bunga di musim semi yang baru saja mekar”
Tangan lentiknya dengan lihai menjalin kain berwarna
merah maroon menjadi sebuah pita yang melingkar indah di buket bunga tersebut.
Bibir tipisnya membentuk sebuah senyuman saat ia berhasil menyelesaikan satu
buket bunga.
Dan saat itu, tanpa izin dariku dan tanpa bisa
kukendalikan, kedua kakiku dengan seenaknya melangkah mendekati sosok mungil
itu. Ada debaran kuat dan rasa penasaran yang menggebu-gebu saat langkahku
semakin dekat dengan sosok namja mungil yang masih berkutat dengan buket
bunganya dan aku menyukai sensasi itu.
“Semakin
mengagumkan saat kau melihat bunga musim semi dari jarak dekat”
Ia masih tak menyadari kehadiranku saat aku sudah berada
tepat di depan mejanya. Ia masih saja menundukkan kepala dan sibuk menyusun
bunga-bunganya untuk membuat buket kedua. Hingga akhirnya tubuhku kembali
bergerak tanpa izinku.
“Tok Tok”
Aku mengetuk meja di hadapannya dua kali dengan
telunjukku, membuat namja mungil itu sedikit terkejut kemudian mendongakkan
kepalanya dan saat itulah aku merasa dewa pengendali waktu sedang bekerja,
membuat bumi berhenti berotasi.
Satu detik…
Dua detik…
Tiga detik…
“Seperti
aku sedang berdiri di bawah pohon sakura”
Berdetak diluar batas normal tanpa bisa ku kendalikan
saat mataku bertemu pandang dengan mata sipit namja yang sekarang juga tengah
menatapku itu.
“Lalu
satu kelopak sakura jatuh tepat diatas wajahku”
Aku mengedipkan mataku beberapa kali saat kurasa dewa
pengendali waktu kembali membuat bumi berputar. Aku sedikit menarik napas
sebelum akhirnya memberanikan diri untuk bicara.
“Aku mencari bunga Krisan ungu.”
Namja bersurai hitam pekat di hadapanku sedikit tersentak
saat aku selesai berucap kemudian namja itu langsung beranjak dan berjalan
menuju kumpulan bunga yang sudah dibuat menjadi buket. Kelopaknya seperti bunga
matahari hanya saja dalam ukuran yang kecil dan warna yang jauh lebih cantik.
Namja mungil itu mengambil sebuket bunga Krisan –yang aku baru ketahui seperti
itu bentuknya lalu berjalan ke arahku.
“Seperti
bunga sakura yang menyambutmu di musim semi”
Namja itu mengulurkan buket bunga Krisan ungu di
tangannya padaku sembari tersenyum tipis sebagai sikap ramah pada pelanggannya
–mungkin. Aku mengambil bunga Krisan tersebut lalu bertanya berapa besar yang
harus kubayar. Sedikit berharap setidaknya aku bisa sedikit bercakap dengannya.
Namun, bukannya menjawab pertanyaanku ia malah menuliskannya di kalkulator.
“20.000 won”
Aku mengangguk mengerti lalu mengambil dua lembar uang
10.000 won dan memberikannya pada namja bersurai hitam itu. Ia mengambil
lembaran uang itu dan lagi-lagi tersenyum tipis padaku.
Aku pun membalikkan tubuhku dengan susah payah dan
berjalan keluar meninggalkan toko bunga itu untuk segera pulang menuju rumah
meski sebenarnya itu semua bertolak belakang dengan apa yang ku inginkan.
Ya, aku masih ingin berada di tempat ini dan merasakan
semua debaran aneh yang menyenangkan yang baru kali ini aku rasakan. Aku ingin
memperhatikan wajah lucu namja itu lebih lama lagi.
“Kliing Kliing”
Lagi-lagi bunyi lonceng kecil diatas pintu menyapaku saat
aku keluar dari toko itu. Aku berdiri sejenak di depan pintu toko sambil
memperhatikan buket bunga di tanganku yang entah kenapa membuat denyut-denyut
aneh itu kembali muncul.
Aku menggeleng-gelengkan kepalaku dengan gerakan kecil
berusaha menghilangkan bayangan namja itu yang bahkan tidak kuketahui namanya.
Aku lalu melangkah menuju Dobi dan meletakkan buket bunga itu di keranjang
depan sepedaku.
“POK”
Seseorang menepuk bahuku dari belakang tepat saat aku
akan mengayuh Dobi meninggalkan tempat tersebut. Dan tebak siapa orang itu? Ya,
namja mungil dengan surai hitam dan bibir tipisnya yang berwarna pink seperti
cherry blossom.
“Hadiah
untuk 10 pengunjung pertama Illa Flower Shop”
Begitulah tulisan di kertas yang tertempel di buket bunga
yang ia berikan padaku. Ia memberikanku sebuket bunga Krisan lagi tapi dengan
warna yang berbeda sebagai hadiah bagi 10 pengunjung pertama toko tersebut.
“Jika
ada yang lebih indah dari semua jenis bunga, maka jawabannya adalah
‘senyumnya’”
“Terima kasih”
Ucapku padanya tepat saat kedua tanganku menerima buket
bunga itu darinya. Aku meletakkan buket bunga itu di keranjang depan bersama
dengan buket bunga yang tadi kubeli.
“Senang bertemu denganmu”
Ucapku lagi lalu mulai mengayuh Dobi dengan rasa tak
rela. Ya, tak rela meninggalkan sosok namja mungil yang masih berdiri disana
dan menatapku dengan tatapan yang sulit ku artikan. Entah itu hanya perasaanku
saja atau apa tapi sepertinya ia juga merasakan apa yang tengah kurasakan
sekarang –tapi sekali lagi itu mungkin hanya perasaanku saja. Ini adalah
pertama kalinya aku merasakan sesuatu yang aneh dan sulit dijelaskan saat
bertemu dengan seseorang.
“Baekhyun, ayo selesaikan buket bungamu”
***
Aku melempar asal ranselku lalu menghempaskan tubuh
tinggiku di ranjang berukuran sedang di kamarku. Mataku mengerjap beberapa kali
saat bayangan senyum namja itu masih saja menghantui pikiranku dengan
seenaknya.
“Baekhyun”
Ya, aku dengar saat seorang wanita memanggilnya dengan
nama itu ketika aku akan pulang tadi. Nama itu langsung terekam jelas di otakku
tanpa perlu kuperintahkan untuk mengingatnya. Apa yang sebenarnya terjadi
padaku? Kenapa otakku tak bisa berhenti memikirkan namja itu?
Semua lamunanku seketika buyar saat noonaku masuk tanpa
mengetuk pintu terlebih dahulu dan dengan dua buket bunga yang tadi kuletakkan
di meja makan.
“Kau mendapat satu buket gratis sebagai bonus?”
Aku bangkit dari posisiku dan duduk di tepi ranjang lalu
mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan noonaku barusan.
“Pemilik toko itu benar-benar baik, aku tidak pernah
sekalipun mendapat bonus seperti ini dari toko manapun.”
Noonaku berucap kagum dengan pandangan yang tak lepas
dari kedua buket bunga itu. Noonaku ini memang sangat menyukai segala macam
jenis bunga. Ia bahkan membuat kebun kecil di belakang rumah untuk sekedar
menyalurkan hobinya itu.
“Noona, jika kau ingin membeli bunga lagi titip saja
padaku. Aku akan membelinya di toko itu.”
Tawarku yang tentu saja disambut senyum sumringah dari
noonaku walaupun sebenarnya ada maksud lain dibalik tawaranku itu. Ya, jika aku
sering datang kesana maka aku akan lebih sering bertemu dengan Baekhyun.
Melihat wajahnya, senyumnya, dan mungkin berbicara dengannya. Yang terakhir
adalah yang sangat ingin ku lakukan.
“Apa kau kesini hanya untuk menanyakan bonus itu?”
Tanyaku lagi dan bermaksud untuk menyuruh noonaku keluar
dari kamar karena aku memang ingin beristirahat hari ini. Tapi tiba-tiba ia
menepuk keningnya dan tampak mengingat sesuatu.
“Ah, eomma dan appa menunggu di ruang keluarga, mereka
bilang ada yang ingin mereka bicarakan pada kita.”
Aku hanya menanggapi ucapan noonaku dengan kedua alis
yang bertaut, menandakan bahwa aku ingin tahu apa yang akan dibicarakan. Noonaku
mengerti dengan apa yang kumaksudkan dan hanya mengedikkan bahunya sebagai
jawaban bahwa ia juga tidak tahu.
Tak mau berlama-lama aku dan noona pun melangkah menuju ruang
keluarga dan sesampainya disana kulihat appa tengah berbicara melalui telepon
dengan seseorang dan eomma dengan raut wajah cemasnya yang baru kali ini
kulihat.
“Eomma, ada apa?”
Noonaku langsung berucap khawatir begitu melihat raut
wajah eomma yang sedang cemas. Eomma spontan memeluk noona saat noona sudah
duduk disampingnya sementara aku berusaha menguping pembicaraan appa melalui
telepon, sepertinya appa tengah berbicara dengan seorang dokter –mendengar beberapa
kali appa mengucapkan kata ‘Dokter Lee’.
“Eomma, apa yang ingin kalian bicarakan?”
“Kondisi nenek di Jepang memburuk, kita harus
menjenguknya besok dan appa sudah memesan 4 tiket pesawat, besok kita berangkat.”
Jelas appa setelah ia menyelesaikan pembicaraannya dengan
seseorang di telepon. Pantas saja eomma tampak begitu cemas dan matanya kini
berkaca-kaca. Ya, nenek sudah setahun lebih dirawat di rumah sakit di Jepang
karena penyakit parah yang aku tidak ketahui apa namanya, yang jelas penyakit
itu juga disebabkan karena faktor usia. Sebenarnya eomma ingin merawat nenek
disana tapi nenek selalu menolaknya dan menyuruh eomma untuk fokus mengurus café
milik keluarga kami.
Aku ingat saat tiga bulan lalu ketika aku menjenguk nenek
bersama noonaku. Nenek bercerita bahwa ada seseorang yang setiap hari selalu
mengunjunginya. Orang itu datang untuk mengunjungi ayahnya yang juga dirawat di
rumah sakit tersebut dan setelah selesai mengunjungi ayahnya, ia akan datang
untuk menemani nenek sebentar.
Jujur saja aku merasa bersalah pada nenek setiap kali
mengingat cerita itu. Ingin rasanya aku mencari tahu siapa orang baik yang
dengan sukarela mau menemani nenek disana dan mengucapkan terimakasih
sebanyak-banyaknya tapi nenek tidak tahu nama orang itu.
“Kita akan tinggal di Jepang selama setahun” ucap ayah
dan entah kenapa saat itu otakku langsung memikirkan Baekhyun, si namja
perangkai bunga.
Jika aku di Jepang selama setahun berarti aku tidak bisa
bertemu dengannya. Lalu bagaimana dengan semua rencana yang sudah kurangkai di
pikiranku. Lalu, ketika aku kembali ke Korea setahun kemudian, apa Baekhyun
masih ada di toko itu? apa aku bisa menemuinya?. Sungguh, ini masih hari
pertama aku bertemu dengannya tapi kurasa pikiranku sudah mulai tidak waras,
kenapa aku terus memikirkannya?.
“Kita berangkat besok, jadi lebih baik kalian berdua
siapkan barang-barang dari sekarang.”
“Tapi appa, bagaimana dengan kuliahku?”
“Appa sudah meminta cuti untukmu selama setahun”
***
“Aku akan membeli bunga untuk nenek”
Ucapku saat noona bertanya ‘kau mau kemana Chanyeol?’
dengan tatapan anehnya. Ia memperhatikan penampilanku dari ujung rambut hingga
ujung kaki dan melihat gulungan karton yang kubawa di tangan kanan.
“Kau ingin pergi kencan? Ya Park Chanyeol, satu jam lagi
kita berangkat ke bandara.”
Aku segera berhambur keluar rumah sebelum noonaku semakin
curiga dan bertanya yang aneh-aneh. Dan juga sebelum ia meneriakiku.
“Chanyeol! Kita harus ke bandara! Kau bisa membeli bunga
di Jepang!”
Teriak noona saat aku sudah mengayuh Dobi menjauh dari
rumah. Aku tidak menggubrisnya dan tetap mengayuh Dobi menuju Illa Flower Shop.
Hanya satu yang kupikirkan sebelum berangkat ke Jepang, yaitu bertemu dengan
Baekhyun dan memberikan gulungan karton ini padanya.
Flashback
On
Jam sudah menunjukkan pukul 10.00 malam dan mataku sama
sekali tak bisa terpejam padahal sudah sekitar dua jam aku merebahkan tubuh di
ranjang nyamanku ini, tapi sejak tadi aku hanya berguling kesana kemari dengan
resah. Akhirnya aku memutuskan untuk bangun dan menghampiri meja belajarku.
Ada gulungan karton kosong yang kuletakkan begitu saja
disana dan beberapa alat tulis yang juga kubiarkan berserakan. Awalnya aku
berniat untuk membereskan semuanya tapi entah kenapa aku berubah pikiran dan
membuka gulungan karton tersebut.
Tanganku mulai bergerak menggores garis demi garis,
menghapus beberapa bagian yang kurasa tidak sesuai dengan apa yang tengah
tergambar di pikiranku, memberi warna hitam pekat di bagian rambut, dan melukis
sebuah senyum tipis dari bibir mungil, hingga akhirnya sosok namja itu kini
muncul di kertas karton tersebut. Ya, aku melukisnya.
Flashback
Off
Aku memarkirkan Dobi tepat disamping sepeda berwarna
putih itu lagi –yang kemarin kulihat saat datang ke toko Illa. Aku menarik
napas panjang beberapa kali dan menggenggam gulungan karton itu dengan mantap
sebelum akhirnya melangkah masuk menuju toko Illa.
“Kliing Kliing”
Aku tersenyum saat bunyi lonceng kecil itu menyapa indera
pendengaranku. Dan dengan perasaan yang tak bisa dibohongi, kedua obsidianku
langsung saja mencari sosok namja yang sudah memenuhi pikiranku sejak kemarin. Hari
ini adalah kesempatan terakhirku atau tidak sama sekali.
“Mencari
kelopak sakura yang jatuh di kebun bunga”
Aku melihatnya dan kali ini ia menyadari kehadiranku. Seperti
kemarin, ia tengah menyusun rangkaian bunga menjadi buket tapi kali ini hanya
ada bunga Krisan ungu di mejanya. Dan saat bibir mungil itu menampilkan senyum
ke arahku, debaran aneh lagi-lagi tak bisa ku kendalikan dan membuatku berdiri
mematung seperti orang bodoh.
“Aku
seperti idiot karena menemukanmu”
Aku segera melangkah ke sembarang arah saat kesadaranku
mulai terkumpul. Jujur saja, aku datang kesini bukan untuk membeli bunga, aku
hanya ingin melihatnya sebelum aku berangkat ke Jepang dan menetap disana
selama setahun. Kau pikir itu mudah, pergi disaat ada perasaan yang mulai
muncul di hatimu.
Aku ingat dengan gulungan karton yang kubawa. Aku jadi
berpikir berulang kali apakah aku harus memberikannya atau tidak, karena jujur
saja nyaliku menciut saat sudah bertemu langsung dengan Baekhyun.
Aku berjalan kikuk mengitari toko itu yang hanya ada aku
dan Baekhyun di dalamnya. Lalu berpura-pura menghirup aroma bunga saat aku berada
cukup dekat dari tempat ia duduk.
Satu hal yang baru kusadari, kali ini setiap bunga
ditempeli nama dan jenisnya juga harga per buket atau per tangkai. Aku melenguh
lesu menyadari hal itu karena itu membuat kesempatanku untuk bertanya menjadi
hilang.
Aku lalu mengambil asal sebuket bunga Anyelir berwarna
pink lembut. Aku tidak tau apa nenek akan menyukainya, aku hanya memilihnya
karena ia tampak cukup indah. Lalu dengan nyali yang entah kenapa semakin
menciut, aku berjalan mendekat menuju meja dimana Baekhyun berada.
Aku meletakkan beberapa lembar uang won di mejanya. Aku sengaja
tidak memberi uang pas agar aku bisa melihat Baekhyun sedikit lebih lama.
Namun, hal itu pula yang membuatku tak bisa mengendalikan pikiran dan hatiku
secara seimbang hingga akhirnya..
“Namaku Chanyeol, kau Baekhyun kan?”
Bodoh! Lihatlah bagaimana ia tampak terkejut dengan
ucapanku barusan. Ia akan mengira bahwa aku adalah penguntit yang selama ini mengikutinya
kemanapun ia pergi. Lalu, setelah ini ia akan menjauhiku setiap kali bertemu
denganku. Aku menunduk dan merutuki diriku sendiri yang pasti terlihat seperti
idiot di hadapannya.
“Kau
ingin pergi kencan? Ya Park Chanyeol, satu jam lagi kita berangkat ke bandara.”
Ya benar! satu jam lagi berangkat ke bandara dan kesempatanku
hilang jika tidak ku gunakan! Entah kenapa tiba-tiba ucapan noonaku terlintas
begitu saja dan seperti mendapatkan semangat, aku mengangkat kembali kepalaku
dan menatap Baekhyun yang baru saja memberi uang kembalianku.
“Kau
harus berani Park Chanyeol”
“Kemarin kau memberiku bonus, jadi aku ingin memberikanmu
ini sebagai rasa terimakasih.”
Ucapku berani dan meletakkan gulungan karton itu di
mejanya. Ia menatap gulungan karton itu dengan rasa penasaran –bisa kulihat
dari tatapannya. Tidak peduli dengan Baekhyun yang kuyakini masih berusaha
mencerna semua sikapku, bibirku lagi-lagi mengoceh.
“Aku…aku senang bertemu denganmu…disini”
“Aku tau ini terburu-buru dan mungkin…konyol”
“Tapi, aku…”
“Sepertinya aku menyukaimu sejak aku melihatmu kemarin”
HENING
Tak ada kata apapun yang keluar dari bibir mungil
Baekhyun. Ia hanya menatapku dengan tatapan sangat terkejut. Aku tersenyum
kecut melihat reaksinya. Kau bodoh Park Chanyeol! memangnya kau siapa berani
mengungkapkan perasaanmu yang bahkan baru tumbuh kemarin sore.
Sosok sempurna seperti Baekhyun tak mungkin menyukaimu
Park Chanyeol. Apalagi sikapmu yang tampak seperti orang bodoh di hadapannya,
membuatnya akan semakin menganggapmu aneh. Park Chanyeol yang menyedihkan,
seseorang yang dengan seenaknya mengatakan bahwa ia menyukai Baekhyun padahal
baru kemarin mereka bertemu.
“Kau
bukan lebah yang bisa menghisap madu bunga yang diinginkannya”
Aku mengambil napas panjang dan mengumpulkan keberanian
sebanyak mungkin agar tak terlihat menyedihkan di depan Baekhyun –meskipun aku sendiri
meyakini bahwa diriku tampak menyedihkan sekarang.
“Maaf membuatmu terkejut, sejak tadi kau hanya diam, dan lagipula
kau tidak perlu menjawab apapun yang ku katakan.”
“Itu tadi hanya ucapan bodoh dari orang aneh, sekali lagi
maaf”
Aku membalikkan tubuhku dengan berat hati lalu melangkah
keluar dari kebun kecil itu. Bunyi lonceng kecil yang tadi terdengar
menyenangkan entah kenapa menjadi seperti salam perpisahan yang menyedihkan
bagiku.
“Drrtt…Drrttt…”
“Yeoboseyo”
“…”
“Ya, aku pulang sekarang noona”
“Illa
Flower Shop”
Kutatap sejenak kebun kecil dimana aku menemukan dan
merasakan semua perasaan dan sensasi menyenangkan yang tidak pernah kurasakan
sebelumnya. Wajahnya kembali muncul saat memori yang baru kemarin tercipta kini
terputar kembali, dan dengan segera aku mengayuh Dobi menuju rumah sebelum
semua terasa semakin menyedihkan.
“Kau
bukan lebah yang bisa menghisap madu bunga yang diinginkannya tapi kau adalah
ulat yang harus berjuang sedemikian rupa sebelum akhirnya menjadi kupu-kupu dan
hinggap di kelopaknya”
TBC
Kalo di shoot 1 ini semua dari sudut pandang Chanyeol,
nah di shoot 2 nanti bakal mengambil sudut pandang Baekhyun, jadi kalian semua
bakal tau gimana perasaan Baekhyun sebenarnya dan siapa itu Baekhyun, coba
tonton MV Juniel – Illa Illa kalo kalian susah ngebayangin tempatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Harap untuk tidak berpromosi di kolom komentar dan berilah komentar dengan bahasa yang santun - Owner